WahanaNews.co | Internal Partai Demokrat menyoroti PDI-Perjuangan lantaran tak kunjung mengucapkan ulang tahun hari jadi ke-20 Partai Demokrat.
Padahal, semua partai termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat memberikan video ucapan kepada Partai Demokrat.
Baca Juga:
Peran Anwar Usman di Sengketa Pilkada 2024 Masih Dipertimbangkan MK
Lantas apa sebetulnya yang melatarbelakangi sikap PDIP ini? Direktur Eksekutif
Parameter Politik, Adi Prayitno mencoba menjelaskan maksud dari PDIP ini. Adi menyebut sikap PDIP ini semakin menegaskan ada konflik antara PDIP dan Partai Demokrat.
"Ini semakin menegaskan PDIP dan Demokrat musuh bebuyutan yang sampai saat ini tak kunjung damai. Kedua partai kerap adu gengsi bahkan dalam banyak hal saling menegasi," kata Adi saat dihubungi, Sabtu (11/9/2021).
Baca Juga:
Jokowi Berikan Apresiasi kepada KPU atas Kerja Keras Sukseskan Penyelenggaraan Pilpres dan Pileg Tahun 2024
Adi menyebut perselisihan keduanya juga terbukti dari sikap Sekjen PDIP saat bertemu dengan Sekjen Gerindra yang mengungkit kecurangan Pemilu tahun 2009. Menurutnya sikap PDIP cukup membuktikan ke masyarakat bahwa ada ketidak-mesraan antara kedua partai.
"Bahkan Sekjen PDIP saat bertemu Sekjen Gerindra beberapa waktu lalu juga mengungkit kecurangan Pemilu 2009. Bara rivalitas itu sulit dipadamkan sepertinya. Boleh saja PDIP berdalih secara diplomatis tak ada kewajiban ucapan selamat ultah ke Demokrat, tapi publik tanpa henti selalu mengaitkan peristiwa ini dengan disharmonisasi PDIP dan Demokrat yang sudah mengkarat," ucapnya.
Adi menyebut PDIP dan Partai Demokrat bagaikan minyak dan air yang sulit akur. Hal in, kata dia, bisa berdampak pada rivalitas yang mengeras dan menghilangkan rasionalitas.
"PDIP dan Demokrat bagai minyak dan air yg sulit disatukan. Dari berbagai penjuru mata angin dua partai sulit akur. Bahkan sampai lebaran kuda sekalipun 'perdamain politik' keduanya mustahil terwujud. Dampaknya rivalitas dua partai yang semakin mengeras. Sulit didamaikan. Yang paling dikhawatirkan rivalitasnya menghilangkan rasionalitas, bukan objektifitas. Karena dasarnya rasa tak suka bukan yang lain," ujarnya.
Lebih lanjut, Adi meduga konflik antara PDIP dan Demokrat ini sebetulnya mulai terjadi pada 2004. Kala itu, hubungan Ketum Partai Demokrat SBY mulai merenggang dengan Ketum PDIP Megawati sejak SBY memenangkan konstestasi Pilpres.
"Runutan sejarahnya agak panjang. Sekitar 2004 ketika SBY menang Pilpres mengalahkan Megawati. Padahal sebelumnya SBY pernah jadi menterinya Megawati yang ditengarai tak bakal maju pilpres yang nyatanya menang. Dari situ bermula hubungan kedua tokoh mulai renggang," jelasnya.
Lebih dalam, Adi menyebut saat itu SBY berjanji kepada Megawati untuk tidak maju Pilpres. Namun ternyata, SBY maju Pilpres dan mengalahkan Megawati. Ingkar janji ini lah, kata Adi, yang menyebabkan perselisihan keduanya terjadi sampai saat ini.
"Dalam berbagai versi, konon SBY berjanji tak akan maju Pilpres, nyatanya maju dan menang. Ini titik awal perseteruan keduanya. Apalagi setelah jadi Presiden, SBY dengan Demokrat selama kurang lebih 10 tahun mematahkan dominasi PDIP sebagai partai besar. Yang jelas awalnya dari situ. SBY yang jadi menterinya Mega ditengarai sudah berjanji tak akan maju Pilpres. Nyatanya maju dan menang mengalahkan mantan bosnya," tuturnya. [qnt]