WAHANANEWS.CO, Jakarta - Indonesia dan China kembali menjalin kerja sama strategis di sektor energi hijau.
Kali ini, kolaborasi kedua negara terwujud lewat proyek pengembangan ekosistem baterai listrik terintegrasi yang mencakup enam subproyek di Halmahera, Maluku Utara dan Karawang, Jawa Barat.
Baca Juga:
Prabowo Resmikan Industri Baterai Listrik, Sebut Jokowi Punya Andil Besar
Presiden Prabowo Subianto secara simbolis melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek senilai Rp95,43 triliun itu, Minggu (29/6/2025).
Proyek ini dikerjakan oleh BUMN Antam, Indonesia Battery Corporation (IBC), bersama konsorsium perusahaan raksasa China yakni CATL, Brunp, dan Lygend (CBL).
Tahap awal produksi ditargetkan menghasilkan kapasitas 6,9 GWh pada 2026, dan meningkat hingga 15 GWh.
Baca Juga:
Menuju Net Zero 2060, PLN Siap Kawal Energi Bersih Lewat PLTP dan PLTS
“Groundbreaking ini bukti keseriusan pimpinan kita, kerja sama kita dengan mitra, sahabat, kawan kita dari Tiongkok. Program ini bisa dikatakan kolosal,” ujar Prabowo dalam sambutan virtual.
Ia juga menilai kerja sama ini sebagai contoh penting dalam upaya menciptakan kemakmuran melalui perdamaian. Di tengah gejolak global, menurut Prabowo, kawasan seperti Indonesia harus memilih jalan kolaborasi.
“Kerja sama ini sangat penting dan saling menguntungkan. Di tengah dunia penuh konflik, kawasan kita penuh perdamaian,” ujarnya.
Proyek raksasa ini diyakini bisa menciptakan nilai tambah hingga delapan kali lipat. Dari investasi senilai US$5,9 miliar (Rp95,43 triliun), Indonesia diproyeksikan bisa memperoleh nilai ekonomi mencapai US$48 miliar atau setara Rp776 triliun.
“Dengan investasi US$5,9 miliar, akan dihasilkan nilai US$48 miliar. Delapan kali nilai tambahnya,” jelas Prabowo.
Dampaknya pun akan meluas. Tak hanya di Maluku Utara dan Karawang, proyek ini disebut mampu menciptakan hingga 35 ribu lapangan pekerjaan tidak langsung dan sekitar 8 ribu tenaga kerja langsung.
Selain itu, kapasitas produksi baterai sebesar 15 GWh bisa menggerakkan 250.000–300.000 unit kendaraan listrik dan mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM hingga 300 ribu kiloliter.
Enam subproyek itu mencakup pertambangan nikel, dua jenis smelter (pirometalurgi dan hidrometalurgi), produksi bahan baku baterai seperti Nickel Cobalt Manganese (NCM), hingga fasilitas daur ulang baterai.
Sementara di Karawang, pabrik baterai lithium-ion dibangun di atas lahan 43 hektare di kawasan Artha Industrial Hills.
Proyek ini dikerjakan oleh perusahaan patungan IBC dan konsorsium CBL, dan konstruksi sudah dimulai sejak November 2024.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]