WahanaNews.co | Kepala
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan
keterlambatan BMKG dalam penyampaian informasi potensi tsunami di Maluku Tengah.
Baca Juga:
22 Tsunami Gate dan 20 Akselerograf Siap Deteksi Bahaya Megathrust di Banten
Menurut Dwikorita, hal itu lantaran membaca dampaknya
berdasarkan gempa tektonik, yang disebut tidak berpotensi tsunami.
"Hasil pemodelan tsunami, gempa itu tidak berpotensi
tsunami karena kekuatan masih [Magnitudo] 6 dan posisinya di perbatasan laut
dengan pantai. Jadi secara tektonik tidak berpotensi tsunami," ujar
Dwikora dalam acara virtual, Rabu (16/6).
Dijelaskan Dwikorita, hasil observasi tinggi muka air laut
di stasiun Badan Informasi Geospasial di Tehoru pada akhirnya menunjukkan ada
kenaikan permukaan air laut setinggi setengah meter usai gempa. Hal ini yang
kemudian memicu munculnya peringatan kedua.
Baca Juga:
Mitigasi Megathrust: BMKG Apresiasi Daerah yang Siap, Tapi Tantangan Tetap Ada
"Ini diperkirakan akibat dari adanya longsor tebing
bawah laut," ucap Dwikorita.
Dwikora menuturkan sistem peringatan dini tsunami BMKG saat
ini masih berdasarkan gempa tektonik. Sehingga, pihaknya tidak dapat memberikan
peringatan dini tsunami yang berasal dari longsor bawah laut.
Lebih lanjut, Dwikora menyampaikan gempa yang terjadi di
tenggara Maluku Tengah setelah dimutakhirkan sebesar magnitudo 6 dengan
kedalaman 19 kilometer. Gempa, kata dia juga bukan terjadi di laut, melainkan
di perbatasan laut dan pantai.