Pebulutangkis Willy (paling kiri) dan Keluarga.
Dalam babak penyisihan, ada satu anak yang menarik sekali untuk ditonton. Sebagai penonton yang menyaksikan dari atas tribun, atlet yang satu ini sangat memancing perhatian karena terus meneriakan sorakan kuat saat mendapatkan poin. Semangat bermainnya seakan-akan memanggil penonton untuk terus memperhatikan. Begitu pukulan akhir menyatakan pertandingan selesai, Tim Media dan Publikasi pada akhirnya memutuskan untuk menghampiri atlet dan keluarganya karena berhasil mencetak skor untuk lolos ke babak berikutnya.
Baca Juga:
Indonesia Sapu Bersih Inggris di Pembuka Piala Sudirman 2025
Willy Adam Shofyan namanya, biasa dipanggil Willy. Usianya baru 10 tahun, namun sudah memiliki semangat bertanding yang luar biasa. Sejak dulu, ia memang senang berteriak setelah mencetak skor, alasannya sederhana: “Biar seru aja,” timpal Willy. Terbukti permainannya terlihat seru dan menarik perhatian. Ketertarikannya terhadap olahraga bulu tangkis muncul sejak usia 6 tahun dan setelahnya, ia terus giat berlatih hingga kini bergabung ke dalam klub Tunas Dunia hingga sudah 2 kali mengikuti lomba. Willy kerap membagikan rutinitas latihannya yang dilakukan sehari sekali. Mulai dari skipping, bayangan, drilling, dan lainnya. Willy berharap, untuk babak berikutnya ia bisa lolos dan meraih juara di akhir.
Kedua orang tua Willy, adiknya, dan juga pelatihnya, coach Dimas ikut serta menemani pertandingan Willy hari ini. Ibu dari Willy berkata bahwa, tidak peduli berapapun skornya selama pertandingan, maju terus dan tidak menyerah adalah kunci. “Saya selalu ajarin untuk gak panik dan semangat terus aja walau gak dapet skor, main terus sampai akhir.” Ucap Ibunda Willy saat membahas selisih satu skor pada akhir pertandingan Willy tadi.
“Obat” Rani untuk Kejenuhan Kehidupan Atlet
Baca Juga:
Raih Empat Runner-Up, Tim Bulutangkis Indonesia Belum Pecah Telur di Eropa
Pebulutangkis Rani (tengah) dengang Tim Media Publikasi FISIP UI OPEN 2025
Karena hari sudah menunjukkan jam setelah makan siang, Tim memutuskan untuk menambah energi dengan pergi ke meja kopi dan teh yang disediakan untuk panitia. Di kala mengaduk kopi, kami mendengar teriakan dukungan dari tribun atas. Hanya satu nama yang mereka teriakkan berkali-kali: “Rani.” Mulai dari teman-teman seumuran hingga orang tua dan pelatih, hanya nama itu yang mereka lantangkan.
Setelah mendengar nama tersebut, kami mencari Rani dan menyadari bahwa ia bermain di lapangan persis depan meja kopi dan teh. Kami menonton Rani yang terlihat bermain dengan tenang tetapi dengan pukulan yang penuh dengan kekuatan. Setelah beberapa menit pertandingan, Rani berhasil untuk maju ke babak berikutnya.