Oleh: Hendry Ch Bangun, Ketua Umum PWI Pusat 2023-2028
WahanaNews.co | Kadang saya berpikir adakah hubungan antara kesalehan beragama dan kesalehan sosial? Semestinya ada dan jelas tetapi tampaknya itu sering sebatas angan-angan saja.
Baca Juga:
Hendry Ch Bangun Sah sebagai Ketum PWI, Pemblokiran AHU Lindungi Organisasi
Pengalaman hidup, bergaul, berorganisasi menunjukkan orang yang tampaknya religius, taat beribadah, sudah pergi ke Mekah di musim haji, bahkan membangun masjid, tidak menjadi jaminan bahwa dia akan hidup lurus sesuai tuntunan agama. Ilmunya yang tinggi tidak menjamin dia akan beradab.
Bahkan bisa jadi, merasa kaya dan berada membuat dia merendahkan kehidupan ekonomi orang lain. Dia lupa bahwa kekayaan bisa lenyap seketika. Dan ketika nanti nyawanya dicabut, kekayaan sebesar apapun akan dia tinggalkan. Temannya hanya kain kafan dan tanah ukuran 1,5 meter kali 2 meter. Tidak lebih.
Saat diantar ke kuburan, hilang semua kemegahan yang dipuja-pujanya. Hilang semua kekuasaan yang dia agung-agungkan untuk merendahkan orang lain. Oleh karena itu ada nasihat, kalau umur sudah lebih 60 tahun, banyaklah bertobat, sebelum terlambat.
Baca Juga:
PWI Pusat Gelar Pelatihan GRCE untuk Meningkatkan Tata Kelola dan Manajemen Risiko
Cari lah orang-orang yang pernah Anda sakiti dengan perkataan dan perbuatan, untuk melapangkan jalan. Jangan sampai terantuk-antuk bahkan ditarik ketika amalnya dihitung karena orang yang kita sakiti memohon kepada Allah agar semua pahala dan amal baiknya diberikan kepadanya. Istilahnya, menjadi orang yang merugi di akhirat kelak. Merasa beramal bergunung-gunung, ternyata kerap menganiaya, memfitnah, dan menjelek-jelekkan orang lain.
Orang yang pernah bersujud di Masjidil Haram, menangis di depan Kabah pastilah faham betapa kita ini hanya secuil di hadapan Allah Yang Maha Agung. Tidak ada apa-apanya. Kemegahan, kekayaan, popularitas, hanya perhiasan saja, yang bisa hilang kapanpun. Tidak patut kita merasa hebat, paling benar, dan itu terakumulasi di ibadah haji. Kecuali kalau berhajinya hanya untuk riya. Pamer agar dikagumi orang lain. Pergi tobat pulang kumat.
Jadi saya kerap heran, kok bisa ya, si anu tidak tercermin tindakan dan perilakunya, dengan atribut yang dimilikinya. Ada dua sisi kepribadian yang bertolak belakang.