Selanjutnya rumah di atas lahan tersebut ditinggali paman Wanda, Hamid Husein.
Japto kemudian membeli dan mengajukan permohonan sertifikat HGB atas tanah tersebut, sehingga terbitlah SHGB 1.000/Cikini dan SHGB 1.001/Cikini.
Baca Juga:
6 Kontroversi Kasus Wanda Hamidah, Pernah Dipolisikan Eks Suami
Sebagai aset yang dikuasai negara, ketika status hukumnya sedang free, tentu saja setiap orang bisa mengajukan kepemilikan HGB, dan ia bisa meminta lahan tersebut pada yang menduduki kapan saja, ketika tanah yang bersangkutan hendak digunakan.
Hal yang menarik dalam kasus ini adalah ‘perjuangan’ mati-matian seorang Wanda Hamidah yang tetap ingin bertahan di atas lahan yang bukan haknya, hanya dengan alasan sudah tinggal di sana secara turun temurun sejak tahun 1962.
Tentu, tinggal secara turun temurun hingga puluhan tahun saja tak cukup untuk memiliki sebidang tanah secara sah. Dibutuhkan proses hukum untuk mendapatkan alas hak atas tanah.
Baca Juga:
Wanda Permasalahkan Kepemilikan Tanah, Kuasa Hukum Japto: Kenapa Baru Sekarang?
Keluarga Wanda yang tidak memperpanjang SIP sejak tahun 2012 saja sudah patut dipertanyakan, dan bisa jadi indikator tingkat ketaatan hukum keluarga ini.
Kepemilikan tanah juga tak cukup dibuktikan dengan struk bukti pembayaran PBB, dan menguasai lahan bukan berarti memiliki.
Akan sangat menguras energi bagi keluarga Wanda jika terus ‘berjuang’ tanpa berbekal alas hukum yang sah. Apalagi tanpa didukung kedudukan hukum yang kukuh. Ibarat pasukan perang yang bertempur tanpa perbekalan amunisi.