“Mengapa ada awan, karena memang kawasan kita, kan, unik ya, dua pertiganya laut dan sepertiganya daratan, dengan lima pulau besar dan 17.548 pulau di mana masing-masing pulau menghasilkan konveksi lokal dan konveksi regional sehingga menghasilkan awan. Alhasil kawasan kita Indonesia ini relatif aman dari bahaya gelombang panas,” ujarnya.
Kawasan atau negara yang terkena dampak gelombang panas umumnya adalah wilayah yang didominasi daratan, seperti India, Thailand, Afrika, dan Brazil.
Baca Juga:
Inilah 6 Kota Paling Tandus di Dunia, Salah Satunya Tak Hujan hingga 5 Abad
Menurut Eddy Hermawan, belum dapat dipastikan kapan puncak gelombang panas ini akan berakhir.
Namun, berdasarkan analisis data Indian Ocean Dipole (IOD) di Lautan Hindia, kondisi panas di kawasan barat Indonesia, khususnya Pantura Jawa, sudah mulai terjadi sejak April 2024 dan akan mencapai puncaknya sekitar Juli 2024.
Kondisi panas ini diperparah oleh angin timuran yang bergerak melintasi Indonesia seiring pergerakan matahari ke belahan bumi utara sejak 21 Maret.
Baca Juga:
Cuaca Ekstrem Ancam Sejumlah Wilayah hingga Tahun Baru
Eddy mengindikasikan kondisi panas akan terus berlanjut karena uap air di kawasan barat Indonesia tertarik ke timur Afrika dan angin gurun dari utara Australia mulai memasuki Indonesia.
“Gerbang utama yang akan menerima kondisi ini adalah kawasan NTT, diikuti NTB, Bali, Jawa Timur, dan seterusnya,” kata Eddy.
Eddy juga menyampaikan, pihaknya mengamati bahwa di siang hari memang terik sekali. Tapi pada malam dan dini hari, ada indikasi kuat dihasilkannya hujan. Jadi semakin terik suhunya, umumnya akan diikuti hujan di malam harinya, walaupun sifat hujannya tidak sebesar pada umumnya saat musim penghujan. Ini adalah indikasi yang biasa terjadi akhir musim transisi pertama (MAM).