Menurut dia, tantangan produksi jerami menjadi bioetanol ialah biaya awal karena penggunaan bahan kimia. Selain itu, perlu bahan baku kerami dalam jumlah besar yang harus disediakan, keuntungan, dan efisiensi produksi yang masih rendah.
"Untuk bisa digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM yang sekarang beredar, pemerintah telah memiliki mekanisme perizinan edar, pengawasan distribusi, dan regulasi teknis yang menuntut jaminan mutu bagi konsumen. Sehingga tahapan itu harus dilalui," tutur Cuk Supriyadi.
Baca Juga:
Pemerintah Kota Jakarta Utara Tak Ketahui Pagar Laut Bambu di Kamal Muara
Dalam hal ini BRIN siap mendampingi pengembang Bobibos untuk verifikasi, validasi, dan asistensi teknoekonomis agar inovasinya dapat dimanfaatkan secara luas. "Sedangkan tahap izin edar dan komersialisasi di bawah kewenangan kementerian terkait khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Ikhlas menyampaikan bahwa untuk memproduksi Bobibos sebanyak sekitar 3.000 liter, jerami yang sekitar 9 ton. Limbah batang kering kemudian diproses menggunakan mesin dan serum yang dikembangkan oleh timnya.
Jerami dikumpulkan dari area persawahan lalu dikeringkan hingga mencapai kadar air ideal. Lalu, jerami kering dipilah agar hanya bahan berkualitas yang masuk tahap ekstraksi. Bahan baku diproses dengan mesin khusus dan serum untuk mengambil senyawa esensial.
Baca Juga:
Pakar BRIN Kembangkan MOFs, Sulap Minyak Kelapa jadi Bahan Bakar Pesawat
Cairan diekstrak lalu diproses agar memenuhi standar bahan bakar nabati. Cairan murni diformulasikan menjadi dua varian antar lain merah (setara solar), serta putih (setara bensin).
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.