WAHANANEWS.CO, Jakarta - Lockheed Martin tengah menyusun strategi ambisius untuk menyulap F-35 menjadi jet tempur dengan kemampuan siluman yang jauh lebih dahsyat.
Raksasa pertahanan Amerika Serikat ini berencana menyematkan teknologi generasi keenam ke dalam F-35 dengan menyempurnakan lapisan silumannya serta merancang ulang bagian luar pesawat agar makin sulit terdeteksi radar maupun sinyal inframerah.
Baca Juga:
Swiss Melawan Jet Siluman, Ini Alasan Rakyat Menolak F-35 dari Amerika
Dalam sebuah diskusi daring pada Konferensi Bernstein Strategic Decisions di New York, CEO Lockheed Martin, Jim Taiclet, mengungkapkan bahwa peningkatan besar ini bisa mulai terlihat dalam dua hingga tiga tahun ke depan.
Melansir Defense News, ia menyebut proyek ini sebagai peluang untuk membuat "loncatan besar" dalam kemampuan F-35.
Teknologi tersebut awalnya dikembangkan sebagai bagian dari tawaran Lockheed untuk program jet tempur masa depan Angkatan Udara AS, Next-Generation Air Dominance (NGAD).
Baca Juga:
China Pamer Jet Futuristik, AS Bangun Frankenjet dari Rongsokan F-35
Namun proyek itu akhirnya dimenangkan oleh Boeing, dan Presiden Donald Trump bahkan telah mengumumkan bahwa jet generasi baru itu akan bernama F-47.
Kini, Lockheed berharap bisa menyalurkan teknologi yang semula dirancang untuk NGAD ke dalam F-35. Strategi ini disebut sebagai cara untuk menyelamatkan investasi, sekaligus menawarkan pesawat tempur yang lebih mematikan dengan harga lebih efisien.
“Dengan memindahkan teknologi NGAD ke F-35, kami bisa memberikan sekitar 80 persen kemampuan jet tempur generasi keenam dengan hanya setengah biaya,” klaim Taiclet.
Pakar pertahanan dari RAND Corporation, Dr. Marcus Helms, menilai langkah ini sebagai pendekatan yang cerdas dan realistis.
“Daripada memulai dari nol, Lockheed memilih jalan evolusi, bukan revolusi. F-35 adalah platform yang sudah matang secara logistik dan produksi. Menambah kemampuan generasi keenam di atasnya mempercepat adopsi tanpa mengorbankan kesiapan tempur,” jelas Helms.
Lockheed juga berencana meningkatkan lapisan siluman F-35 untuk menangkis deteksi inframerah dan radar. Beberapa bagian struktural, seperti saluran udara dan knalpot mesin, akan diubah bentuknya untuk menyulitkan pelacakan musuh.
F-35 versi baru ini juga akan membawa kemampuan perang elektronik, sistem jaringan tempur, hingga kemungkinan beroperasi secara otonom alias tanpa pilot.
Menurut analis militer senior Aviation Week, Laura Simmons, kemampuan otonomi akan menjadi faktor penentu dalam perang udara masa depan.
“Jet tempur yang bisa menjalankan misi tanpa ketergantungan pada pilot adalah pengubah permainan. Dan F-35, dengan pembaruan ini, sedang bergerak ke arah sana,” katanya.
Beberapa senjata mutakhir yang semula dirancang untuk jet generasi keenam juga dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam arsenal F-35. Namun Taiclet menegaskan bahwa peningkatan ini harus dilakukan bertahap agar tidak mengganggu produksi massal yang sudah berjalan.
"Kalau terlalu banyak perangkat baru atau software dimasukkan sekaligus, itu bisa bikin jalur produksi macet," katanya.
Tak hanya memperkuat kemampuan F-35 secara individu, Lockheed juga tengah mengembangkan konsep kerja sama antar platform dalam jaringan, termasuk interaksi F-35 dengan pesawat generasi keenam dan drone tempur kolaboratif.
Ini bagian dari pendekatan “keluarga sistem” Angkatan Udara AS yang menekankan interoperabilitas.
“Dominasi udara ke depan bukan cuma soal siapa yang terbang lebih cepat atau bisa bermanuver lebih tajam, tapi siapa yang bisa berinteraksi lebih efektif dalam jaringan pertempuran,” ujar Taiclet.
Pendapat serupa juga disampaikan Laksamana (Purn) Bernard Evans, mantan kepala riset operasional di Pentagon.
“Kunci keunggulan udara di masa depan adalah konektivitas. Jet tempur tunggal tak bisa menang perang sendiri, tapi jika ia jadi simpul dalam jaringan, itulah kekuatan sesungguhnya,” tegasnya.
Lockheed kini juga sedang menjalankan proses penyegaran teknologi besar-besaran pada F-35 melalui program Technology Refresh 3 (TR3).
Pembaruan ini mencakup prosesor baru, sistem memori yang ditingkatkan, serta layar canggih di kokpit.
TR3 juga menjadi fondasi penting menuju upgrade Block 4, yang akan membawa sistem sensor baru seperti distributed aperture system, yaitu enam antena canggih di sekeliling pesawat untuk mendeteksi ancaman dari berbagai arah.
Proses penggabungan sensor baru dengan sistem TR3 sempat mengalami hambatan dan membuat jadwal pengembangan agak meleset.
Namun Taiclet optimistis semua akan kembali sesuai jalur.
“Begitu integrasi selesai, kami perkirakan pada akhir tahun ini semua pesawat yang telah dikirim akan siap tempur dan bisa langsung dikerahkan ke pangkalan-pangkalan garis depan, baik oleh Angkatan Udara AS maupun mitra internasional kami,” ujarnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]