WahanaNews.co | Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan 4 faktor pemicu hujan ekstrem yang memicu banjir di beberapa daerah Jawa Tengah (Jateng), seperti Semarang hingga Kudus.
Faktor pertama adalah Monsun Asia alias angin musim yang menunjukkan aktivitas cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir.
Baca Juga:
DPRD Kota Semarang Minta Pemerintah Tingkatkan Kesiapan Hadapi Banjir Musim Hujan
"Kondisi ini berpotensi meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah, dan selatan," kata Prakirawan Cuaca BMKG, Agita Vivi Wijayanti, kata Prakirawan Cuaca BMKG, Agita Vivi Wijayanti, dilansir dari CNNIndonesia.com, Senin (2 Januari 2023).
Kedua, adanya ex-TC Ellie di wilayah Australia bagian utara yang terpantau menguat dan membentuk belokan angin serta daerah pertemuan angin atau konvergensi di wilayah Jawa Tengah terutama pada bagian utara.
Menurutnya, ini bisa memicu terjadinya pertumbuhan awan konvektif di sebagian besar wilayah Jawa Tengah, terutama bagian utara. Akibatnya terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang dengan durasi cukup lama.
Baca Juga:
Akibat Pungli Rp160 Juta, Mantan Lurah di Semarang Dihukum 4 Tahun
Ketiga, ada aktivitas gelombang Rossby Equatorial dan Madden Julian Oscillation (MJO) yang terpantau signifikan meningkatkan pertumbuhan awan hujan dan potensi cuaca ekstrem.
"Kelembaban udara yang cukup tinggi dan labilitas udara yang cukup labil mendukung pertumbuhan awan-awan konvektif (cumulonimbus) di wilayah Jawa Tengah," sambung Vivi soal faktor keempat.
Perbedaan Dampak
Lebih lanjut, Vivi mengatakan curah hujan sedang hingga sangat lebat memang mendominasi wilayah Jawa dalam beberapa hari terakhir. Selain Jawa Tengah, wilayah Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur, bahkan Nusa Tenggara juga terpantau mengalami kondisi tersebut.
"Perbedaan dampak yang terjadi dari hujan lebat pada lokasi yang berbeda sangat dipengaruhi oleh kerentanan dan keterpaparan terhadap bencana hidrometeorologis. Sehingga kondisi topografi, tata guna lahan, dan faktor lingkungan juga perlu diperhatikan," jelas Vivi.
Meski intensitasnya berkurang, Vivi mengingatkan masyarakat agar tetap waspada. Pasalnya, curah hujan cukup tinggi di wilayah Jawa Tengah masih berpotensi terjadi pada awal 2023.
"Curah hujan yang cukup tinggi di wilayah Jawa Tengah terpantau masih berpotensi terjadi pada awal tahun 2023. Meskipun potensinya terpantau berkurang, masyarakat diminta tetap waspada," katanya.
Ia menegaskan BMKG, baik di pusat dan daerah, terus melakukan koordinasi dan mengirimkan peringatan dini. Hal ini ditujukan agar pemerintah daerah (Pemda) bisa melakukan langkah-langkah mitigasi untuk memperkecil kerugian yang mungkin terjadi.
Di lain sisi, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, ada faktor lain yang menyebabkan banjir Jawa Tengah. Selain cuaca ekstrem, peningkatan tinggi muka air laut menyebabkan air masuk ke daratan atau banjir rob.
Lebih lanjut, faktor kondisi lingkungan yang sudah tidak mampu menahan air hujan juga berperan. Akibatnya, air tidak masuk ke dalam tanah atau mengalir ke daerah lain lewat Daerah Aliran Sungai (DAS).
"Perlu adanya analisis yang lebih mendalam dengan tidak hanya melibatkan faktor cuaca saja, namun juga dengan menganalisis kondisi lingkungan untuk mengetahui karakter kemudahan suatu wilayah untuk mengalami bencana banjir," kata Guswanto saat dihubungi.
Lebih lanjut, Guswanto mengingatkan, khususnya untuk wilayah Jawa bagian utara, potensi hujan ekstrem masih dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.
Oleh karena itu, masyarakat yang tinggal di wilayah Jawa bagian utara, khususnya Jawa Tengah, masih perlu waspada dan mengantisipasi adanya potensi hujan ekstrem yang dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologi, paling tidak hingga berakhirnya musim hujan. [eta]