WahanaNews.co, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memproyeksi suhu di Indonesia bakal meningkat alias semakin panas pada tahun 2025. Simak prediksinya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan suhu udara permukaan rata-rata bulanan di wilayah Indonesia dari Januari hingga Desember 2025 diperkirakan akan mengalami kenaikan suhu anomali antara +0,3 hingga +0,6 °C.
Baca Juga:
BMKG Prediksi 2024 Bumi Makin Panas Mendidih, Warga Mesti Beradaptasi
Kenaikan suhu tersebut diperkirakan bakal terjadi pada periode Mei hingga Juli 2025, dengan rata-rata kenaikan sekitar 0,4°C lebih tinggi dari kondisi normal (periode 1991-2020)
"Jadi ini lebih hangat dibanding dengan normalnya. Normalnya adalah rata-rata suhu selama 30 tahun terakhir," kata Dwikorita dalam Konferensi Pers Climate Outlook 2025 yang disiarkan secara daring di kanal YouTube BMKG, Senin (4/11).
"Wilayah yang perlu diwaspadai mengalami anomali suhu tinggi antara lain daerah-daerah yang terletak di Sumatra bagian selatan, Jawa, NTB, NTT," lanjut dia.
Baca Juga:
Inilah 5 Negara dengan Suhu Terpanas di Dunia, Tertarik Mengunjunginya?
Dwikorita menjelaskan prediksi tersebut merupakan kondisi secara umum dalam satu tahun. Namun begitu, menurutnya, kondisi cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor hingga dinamika atmosfer yang terjadi.
"Kondisi cuaca di Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, tidak hanya pengaruh dari Samudra Pasifik atau Hindia, dan juga pengaruh dari dua benua, tapi juga ada pengaruh-pengaruh kondisi di ekuator. Misalnya ada gelombang ekuator, MJO, jadi poinnya adalah ini pandangan iklim penting menjadi pegangan untuk menyusun perencanaan satu tahun ke depan," tuturnya.
KRISIS IKLIM
Kenaikan suhu imbas krisis iklim
Dalam kesempatan terpisah, Dwikorita sempat mengungkap bahwa berbagai studi menunjukkan kenaikan suhu global sudah mencapai 1,45 °C di atas rata-rata periode pra-industri tahun 1850-1900. Menurutnya hal ini berdampak pada akselerasi kenaikan muka laut yang terus menerus naik dari dekade ke dekade.
Rata-rata kenaikan muka air laut global berada di level 2,1 mm per tahun antara 1993 dan 2002, dan menjadi 4,4 mm per tahun antara 2013 dan 2021 atau meningkat dua kali lipat di antara periode tersebut.
Menurutnya realitas ini sebagian besar penyebabnya adalah mencairnya es kutub imbas melelehnya gletser dan lapisan es lautan akibat pemanasan global.
"Jelas tidak berlebihan jika saya menyebut situasi ini sebagai sesuatu yang sangat serius dan juga harus direspons secara serius," kata Dwikorita pada September lalu, mengutip laman resmi BMKG.
Menurut dia krisis iklim terjadi secara global, termasuk Indonesia. Dwikorita, pada Maret lalu, sempat menyampaikan Indonesia turut terdampak dari krisis iklim.
Ia mengatakan perubahan iklim mencakup berbagai aspek. Hal ini termasuk peningkatan suhu, perubahan pola curah hujan, kenaikan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia.
Contoh nyata kenaikan suhu akibat perubahan iklim adalah mencairnya gletser atau lapisan es tropis di Puncak Jaya, Papua. Luas tutupan salju abadi di ketinggian 4.884 mdpl itu menyusut hingga 98 persen, dari 19,23 kilometer persegi pada tahun 1850 menjadi hanya 0,23 kilometer persegi pada April 2022.
Bukti lainnya perubahan iklim di Indonesia adalah suhu Indonesia yang semakin meningkat setiap harinya. Menurut dia suhu dunia saat ini sudah mendekati batas yang disepakati bersama pada Perjanjian Paris COP21 pada 12 Desember 2015.
Saat itu, seluruh dunia sepakat harus membatasi kenaikan suhu rata-rata global di angka 1,5 derajat Celsius. Namun faktanya, saat ini kenaikan suhu melaju lebih cepat dan sudah mencapai kenaikan 1,45 derajat Celsius di atas suhu rata-rata di masa pra-industri.
Menurut catatan BMKG, laju kenaikan suhu di Indonesia tercatat mecapai 0,15 °C per dekade.
Bukti krisis iklim lainnya, kata lembaga ini, adalah banyak negara yang terancam kekeringan dalam beberapa dekade ke depan.
[Redaktur: Alpredo Gultom]