WahanaNews.co, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, La Nina berpotensi melanda Indonesia di periode Juli, Agustus, dan September (JAS) 2024.
Di sisi lain, BMKG memperingatkan, sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi mengalami hari tanpa hujan (HTH) lebih 25 hari. Diprediksi, HTH terpanjang berpotensi terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) sepanjang 16-25 hari hingga lebih dari 25 hari.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Hasil monitoring indeks IOD dan ENSO Dasarian II Juni 2024, Indek Dipole Mode -0.21 (IOD Netral), dan indeks ENSO 0.16 (Netral). IOD Netral diprediksi berlangsung Juni hingga September 2024.
"Indeks ENSO diprediksi berpotensi menuju La Nina pada JAS 2024," tulis BMKG di situs resmi, dikutip Senin (24/6/2024) melansir CNB Indonesia.
Dalam Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian II Juni 2024 yang dirilis 22 Juni2024, BMKG mengungkapkan, sebanyak 44% atau 309 Zona Musim (ZOM) telah memasuki musim kemarau 2024. Sementara 40% atau 277 ZOM mengalami musim hujan, sedangkan 16% atau 113 ZOM lainnya mengalami tipe 1 musim.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
"ZOM yang diprediksi akan masuk musim kemarau pada periode Juni III - Juli II 2024 adalah sebagian besar Pulau Sumatra, sebagian Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara dan sebagian Maluku dan Papua," sebut BMKG.
Berdasarkan pemutakhiran tanggal 20 Juni 2024 yang berlaku untuk Dasarian III Juni 2024, BMKG pun mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis.
Klasifikasi peringatan dini yang diberlakukan adalah:
- Waspada
untuk beberapa kabupaten/ kota di provinsi Jawa Barat
- Siaga
untuk beberapa kabupaten di provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan NTT.
- Awas
tidak ada.
Hari Tanpa Hujan
Sementara itu, hasil monitoring hari tanpa hujan (HTH) di wilayah-wilayah Indonesia, BMKG mencatat sebagian besar wilayah Indonesia termonitor masih mengalami hujan dan Hari Tanpa Hujan (HTH) kategori Sangat Pendek (1-5 hari).
Namun, ada daerah yang mengalami HTH sangat panjang, yakni 31-30 hari. Kondisi ini terjadi di wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT.
"HTH terpanjang terjadi di Triwung Kidul, Jawa Timurselama 67 hari," sebut BMKG.
"HTH Dasarian III Juni 2024 berpeluang 1-5 hari di sebagian besar wilayah Sumatra, Jawa, Bali, sebagian kecil Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah serta sebagian Papua Barat Daya, dan Papua Selatan," tulis BMKG.
Presentase Wilayah yang memasuki Musim Kemarau 2024 (Berdasarkan Jumlah ZOM). (Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian II Juni 2024, BMKG)Foto: Presentase Wilayah yang memasuki Musim Kemarau 2024 (Berdasarkan Jumlah ZOM). (Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian II Juni 2024, BMKG)
Presentase Wilayah yang memasuki Musim Kemarau 2024 (Berdasarkan Jumlah ZOM). (Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian II Juni 2024, BMKG)
Apa Itu ENSO?
El Nino-Southern Oscillation atau ENSO adalah anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya. Disebutkan, iklim di Samudra Pasifik terbagi ke dalam 3 fase. Yaitu, El Nino, La Nina, dan Netral.
Pada fase Netral, angin pasat berhembus dari timur ke arah barat melintasi Samudra Pasifik menghasilkan arus laut yang juga mengarah ke barat dan disebut dengan Sirkulasi Walker. Suhu muka laut di barat Pasifik akan selalu lebih hangat dari bagian timur Pasifik.
Sementara saat fase El Nino, angin pasat yang biasa berhembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah. Pelemahan ini dikaitkan dengan meluasnya suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik. Air hangat yang bergeser ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan pun ikut bergeser menjauh dari Indonesia. Hal ini berarti Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan.
Dan, ketika terjadi fase La Nina, hembusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin.
"Bagi Indonesia, hal ini berarti risiko banjir yang lebih tinggi, suhu udara yang lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis," demikian mengutip penjelasan BMKG di situs resmi.
[Redaktur: Alpredo Gultom]