WahanaNews.co | Perbedaan prediksi cuaca antara peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) disebut dipicu perbedaan pemrosesan data primer dari Satelit Himawari.
"Betul [karena beda pemrosesan]. Jadi masing-masing institusi mempunyai post-processing," ujar Guru Besar Teknik Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) Adit Kurniawan pada wartawan lewat sambungan telepon, Jumat (30/12).
Baca Juga:
Peneliti Temukan Gunung Bawah Laut di Chile, 4 Kali Tinggi Burj Khalifa
Post-processing tersebut merupakan pemrosesan data primer yang didapatkan dari satelit.
Sebagai informasi, BRIN dengan platform Satellite Disaster Early Warning System (SADEWA) dan BMKG sama-sama mendapatkan data primer dari satelit milik Jepang, Himawari.
"SADEWA itu bukan satelitnya, jadi SADEWA itu merupakan aplikasi sistem informasi yang mengolah data primer dari satelit," ucap dia.
Baca Juga:
Di Penghujung Masa Jabatan, Ketua DPRD Provinsi Jambi Raih Gelar Doktor Dengan Predikat Cumlaude
"Sedangkan yang mengambil data cuaca dari alam itu namanya satelit punya Jepang yang kita sebut namanya Himawari. Jadi Himawari itu menyediakan data primer, pemilik satelitnya adalah Jepang," lanjut Adit.
Data dari Himawari sendiri digunakan oleh institusi di banyak negara untuk berbagai kepentingan.
"Satelit Himawari ini dipakai banyak negara, masing-masing negara diperbolehkan, tapi hanya bersifat institusi. Yang biasanya punya akses itu institusi yang terkait dengan klimatologi, yang dalam hal Indonesia adalah BMKG," terang Adit.
"Terus yang kedua, institusi yang melakukan research boleh itu. SADEWA juga bisa mendapatkan akses kepada data primer dari satelit Himawari itu," imbuhnya.
Terkait pemrosesan datanya, Adit mengatakan masing-masing institusi memiliki aplikasi sendiri yang digunakan untuk melakukan pemrosesan.
"BMKG menggunakan aplikasi yang mereka kembangkan untuk mengolah data dan memberikan informasi kepada masyarakat, yaitu early warning. BRIN juga menggunakan data itu untuk kepentingan penelitian lebih lanjut," jelasnya.
Data primer sendiri disebut berkaitan dengan parameter-parameter cuaca, seperti temperatur udara, kelembapan udara, hingga densitas atau kerapatan awan, yang bisa dipakai untuk memperkirakan curah hujan.
Lebih lanjut, Adit menyebut akurasi soal prakiraan cuaca sulit dibandingkan. Namun, menurutnya ada komponen lain yang bisa dilihat terkait kualitas prakiraan cuaca, yakni resolusi.
"Kalau namanya prakiraan itu enggak bisa dibandingkan (akurasinya). Susah dibandingkan, karena semua teknologi yang menggunakan pemrosesan data untuk dipakai memprakirakan objektif tertentu pasti dia punya nilai deviasi," terangnya.
"Apalagi terkait dengan cuaca, cuaca itu bersifat dinamis. Artinya, prediksi juga tidak bisa dilihat sejauh mana keakuratannya. Paling yang bisa kita lihat resolusinya," tambahnya.
Resolusi sendiri artinya kemampuan aplikasi untuk membedakan cuaca dalam rentang suatu jarak tertentu. Misalnya, aplikasi mampu membedakan cuaca dalam rentang 5 kilometer, berarti aplikasi tersebut memiliki resolusinya 5 kilometer.
Adit menyebut semakin kecil rentang jarak yang bisa dibedakan, maka semakin tinggi resolusi aplikasi tersebut. Aplikasi SADEWA milik BRIN sendiri diketahui memiliki resolusi 5 kilometer dan 1 kilometer. [rna]