Daerah-daerah yang diprediksi bakal mengalami kemarau basah meliputi sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat hingga tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Sulawesi, dan sebagian Papua bagian tengah.
Fenomena kemarau basah dipengaruhi oleh dinamika atmosfer regional dan global, seperti suhu muka laut yang lebih hangat, angin monsun yang tetap aktif, atau keberadaan La Nina yang turut disertai Indian Ocean Dipole (IOD) negatif.
Baca Juga:
Musim Kemarau 2025 di Prediksi Lebih Singkat, Simak Penjelasn BMKG
Fenomena-fenomena ini membuat hujan masih turun di sejumlah wilayah meski sudah masuk musim kemarau.
Dalam laman resminya, BMKG mengatakan kemarau basah atau sifat atas normal masih akan berlangsung di sejumlah wilayah Indonesia pada Juni hingga Agustus 2025.
BMKG memprediksi sebanyak 56,54 persen wilayah Indonesia akan mengalami kondisi lebih basah daripada normalnya. Kemudian, pada Juli 2025, kemarau basah diperkirakan meluas ke 75,3 persen wilayah, dan Agustus sebanyak 84,94 persen.
Baca Juga:
Fenomena Vorteks di Samudra Hindia Ubah Pola Musim Kemarau Indonesia
BMKG mencatat sepekan terakhir sejumlah wilayah mengalami hujan sangat lebat (100-150 mm/hari) hingga hujan ekstrem (>150 mm/hari) yang memicu bencana hidrometeorologi.
Hujan sangat lebat hingga ekstrem tercatat pada tanggal 28 Mei di Stasiun Meteorologi Sultan Bantilan, Sulawesi Tengah dengan curah hujan ekstrem sebesar 193.2 mm/hari.
Hujan sangat lebat juga tercatat di beberapa lokasi lainnya, antara lain Stasiun Meteorologi Torea, Papua Barat (83.5 mm/hari) pada 24 Mei, Stasiun Meteorologi Maritim Tegal, Jawa Tengah (83.2 mm/hari) pada 26 Mei, dan Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut, Kalimantan Tengah (83.0 mm/hari) pada 27 Mei.