WahanaNews.co | Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran(Unpad), Prof Dr Cece Sobarna MHum,
mengatakan, sarana pendidikan memiliki peran penting dalam upaya pencegahan
punahnya bahasa daerah.
Sarana pendidikan pun diharapkan mampu
meningkatkan minat generasi muda untuk menggunakan bahasa daerah.
Baca Juga:
Pakar UNG: Penutur Bahasa Gorontalo Menurun Akibat Lingkungan Keluarga dan Sosial
"Pintu terakhir dari kepunahan
bahasa adalah sarana pendidikan, dalam hal ini sekolah dan perguruan
tinggi," ujar Cece, mengutip siaran pers Unpad, Senin (19/7/2021).
Cece menjelaskan, ada sejumlah faktor
yang mengakibatkan punahnya suatu bahasa daerah.
Salah satunya, adalah persaingan
bahasa daerah dengan bahasa nasional dan bahasa asing.
Baca Juga:
Agar Tidak Tergerus Zaman, Presiden Minta Masyarakat Fasih Minimal 1 Bahasa Daerah
Selain itu, kata dia, ada juga anggapan
keliru bahwa penggunaan bahasa daerah merupakan simbol keterbelakangan,
kemiskinan, dan tidak gaul, terutama di kalangan muda.
"Ini tentu mengkhawatirkan
andaikata sikap negatif ini terus terbangun sehingga akhirnya bahasa daerah
lama-lama ditinggalkan oleh penuturnya," ungkap Cece.
Faktor lain, anggapan bahwa dwibahasa
dapat menghalangi proses pendidikan anak.
Anak yang mengenal lebih dari satu
bahasa disebut akan menghalangi kemajuan proses pendidikannya.
"Nah, ini tentu harus diluruskan
bahwa tidak seperti itu," ujar Kaprodi Doktor Ilmu Sastra FIB Unpad itu.
Menurut Cece, setiap komponen
masyarakat, termasuk akademisi, perlu berperan dalam mencegah kepunahan bahasa.
Peran ini perlu dilakukan bersama
dengan pemerintah pusat dan daerah.
Bahasa daerah perlu dirawat agar tidak
mengalami kepunahan.
Cece menjelaskan, kepunahan suatu
bahasa tidak langsung terjadi, melainkan telah melalui proses yang panjang.
Tahap kematian bahasa sendiri
meliputi, berpotensi terancam punah, terancam punah, sangat terancam punah,
sekarat, dan punah.
Ia pun menyayangkan adanya penamaan
sejumlah tempat di Indonesia yang menggunakan istilah asing, seperti "market" atau "park".
Menurutnya, ini bisa menjadi ancaman
terhadap bahasa daerah.
"Ini sebetulnya cukup
mengkhawatirkan karena gejala itu memang dirasakan perlahan-lahan tapi
andaikata tidak terbendung ya suatu hari mau tidak mau bahasa
yang kita pertahankan ini akan tinggal sebuah artefak," katanya.
Ia menyatakan, era globalisasi menjadi
salah satu faktor adanya pergeseran bahasa.
Meski demikian, kecintaan terhadap
budaya sendiri semestinya harus tetap dipertahankan.
"Sekalipun kita menerima budaya
global, tetap kita harus berpijak pada budaya sendiri," ungkapnya. [qnt]