"Zona Konvergensi Intertropis yang menjadi alasan penghijauan (Afrika), bergerak lebih jauh ke utara seiring dengan semakin hangatnya dunia," kata Haustein.
Masalah tidak hanya sebatas Gurun Sahara yang mendadak hijau. Ini juga mengganggu musim badai Atlantik yang menimbulkan konsekuensi besar selama beberapa bulan terakhir di sejumlah negara Afrika.
Baca Juga:
Enam Gunung Api Berstatus Siaga dan Awas, Badan Geologi Peringatkan Bahaya Erupsi
Negara-negara yang seharusnya mendapatkan lebih banyak curah hujan justru tak mendapatkannya. Curah hujan menjadi lebih sedikit karena badai bergeser ke utara.
"Nigeria dan Kamerun biasanya diguyur hujan setidaknya 20 inci hingga 30 inci sejak Juli hingga September. Namun, hanya mengalami 50 persen-80 persen dari curah hujan biasanya sejak pertengahan Juli," tulis laporan dari data Climate Prediction Centre (CPC).
"(Sedangkan) jauh ke utara yang merupakan wilayah biasanya lebih kering, termasuk sebagian Nigeria, Chad, Sudan, Libya, dan Mesir selatan menerima lebih dari 400 persen curah hujan dari biasanya sejak pertengahan Juli," sambungnya.
Baca Juga:
Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki Tewaskan 8 Orang, Warga Diminta Waspada
Curah hujan berlebih bahkan membuat banjir dahsyat di Chad. Hampir 1,5 juta orang terdampak dan sedikitnya 340 warga tewas.
Banjir bandang juga menewaskan lebih dari 220 orang dan menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi di Nigeria. Ini terjadi terutama di utara negara tersebut yang umumnya kering.
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.