WahanaNews.co | Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memastikan mendukung penghentian dana bantuan operasional sekolah (BOS) bagi sekolah, yang jumlah siswanya di bawah 60 orang.
Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo mengatakan, dukungan terhadap kebijakan ini untuk efisiensi anggaran dan mengoptimalisasi pemerataan sumber daya manusia.
Baca Juga:
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra Lestarikan Kain Tenun Lewat Job Fair 2024
"Jumlah peserta didik yang rendah membuat tidak efisien dalam pengalokasian sumber daya yang terkait dengan guru dan tenaga kependidikan," ucap Heru dalam keterangan tertulis, Minggu (12/9).
Jika penggunaan anggaran tidak efisien, secara otomatis layanan pendidikan tidak sesuai harapan diakibatkan terjadi pemborosan anggaran Negara. Heru menilai sudah tepat standar ketentuan kriteria minimal jumlah peserta didik sebanyak 60 orang bagi sekolah calon penerima dana BOS Reguler dari Kemendikbudristek RI.
Baca Juga:
Pelestarian Kain Tenun, Disdikbud Sultra Gelar Job Fair di Kendari
Regulasi Dana BOS
Permendikbud Nomor 6 tahun 2021 sebagai regulasi yang mengatur sekolah penerima dana BOS Reguler adalah kewenangan pemerintah dan sekaligus sebagai kepastian hukum, dan kepastian hukum ini merupakan asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014.
Jika ada pihak-pihak yang merasa diperlakukan tidak adil, diskriminasi serta melanggar konstitusi, Heru mendorong adanya pengajuan keberatan dalam uji materi peraturan di MA.
Diketahui, Kemendikbud ristek akan mulai menghentikan penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap sekolah yang memiliki jumlah siswa kurang dari 60 pada 2022 mendatang.
Mengacu pada Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler, penghentian itu dilakukan terhadap sekolah secara tiga tahun berturut-turut memiliki murid kurang dari 60.
Pada tahun 2021 peraturan ini belum berdampak, semua sekolah, termasuk sekolah dengan jumlah peserta didik di bawah 60, masih menerima BOS. Karena aturan ini mulai sejak tahun 2019 dan semua daerah diberikan kesempatan tiga tahun untuk melakukan penataan," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbudristek, Anang Ristanto dalam keterangan tulis dikutip Sabtu (4/9).
"Kemendikbud ristek sedang mengkaji kesiapan penerapan kebijakan di atas untuk tahun 2022 dan senantiasa selalu menerima masukan dari berbagai pihak," sambungnya.
Anang mengatakan, kebijakan penghentian untuk menyalurkan dana BOS ke sekolah yang mempunyai murid kurang dari 60 sudah ada sejak jauh-jauh hari.
"Pada Permendikbud Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler, Lampiran Bab III, Huruf A, angka 2, huruf k, diatur bahwa 'Pemerintah Daerah dan masyarakat penyelenggara pendidikan, sesuai dengan kewenangannya harus memastikan penggabungan sekolah yang selama 3 (tiga) tahun berturut-turut memiliki peserta didik kurang dari 60 (enam puluh) peserta didik dengan Sekolah sederajat terdekat, kecuali Sekolah yang dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf i. Sampai dengan dilaksanakannya penggabungan, maka Sekolah tersebut tidak dapat menerima dana BOS Reguler'," jelas Anang.
Kebijakan ini juga ada dalam Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 dan kini di Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021. Menurut dia itu konsisten dengan kebijakan sejak tahun 2019.
Untuk Efisiensi
Anang menerangkan, sejak tahun 2020, Kemendikbud ristek telah melakukan banyak penyesuaian strategis terkait tata laksana BOS. Pihaknya juga mengaku selalu terbuka untuk menerima saran dari pihak mana pun.
"Kemendikbud ristek juga senantiasa terbuka menerima masukan agar penggunaan dana BOS semakin efektif, tepat sasaran, dan akuntabel," ujar Anang.
Sebelumnya kebijakan mengenai penghentian penyaluran dana BOS bagi sekolah yang miliki murid kurang dari 60 ini dimaksudkan untuk efisiensi. Anang Ristanto menerangkan, efisiensi itu dilakukan dengan mendorong penggabungan sekolah-sekolah yang jumlah muridnya kurang dari 60.
"Karena jumlah peserta didik yang rendah merupakan penanda bahwa para orang tua menganggap kualitas layanan dari sekolah-sekolah tersebut tidak sesuai harapan. Kondisi ini juga menyebabkan inefisiensi dalam pengalokasian sumber daya termasuk dalam hal ini guru dan tenaga kependidikan," ujarnya, Jumat, 3 September 2021.
Dengan penggabungan sekolah, menurut Anang tata laksana akan lebih efisien dan secara mutu akan dapat lebih ditingkatkan.
"Jika BOS terus diberikan kepada sekolah-sekolah dengan kualitas layanan tidak sesuai harapan, maka akan menyebabkan pemborosan anggaran negara. Kemendikbud ristek perlu melakukan pembatasan untuk memastikan masyarakat terus menerima layanan pendidikan yang berkualitas," tekannya.
Aturan itu ditentang Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan. Musababnya aturan tersebut dianggap telah mendiskriminasi sekolah-sekolah kecil dengan menghentikan penyaluran dana BOS pada sekolah yang mempunyai murid kurang dari 60.
Dianggap Diskriminatif
Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan mendesak Mendikbudristek, Nadiem Makarim untuk menghapus Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler khususnya khususnya yang membuat aturan tersebut.
Selain dianggap diskriminatif, hadirnya aturan tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 untuk mencerdaskan bangsa.
Di mana konstitusi menyatakan, Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Sebagaimana Permendikbud tersebut terutama Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler tertera ketentuan ‘memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir'. Kebijakan tersebut mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi Negara," tulis aliansi dalam keterangan, Jumat (3/9).
Mereka meminta dalam merumuskan berbagai peraturan dan kebijakan, Kemendikbudristek seharusnya memegang teguh amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
"Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa 'Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya'. Oleh karena itu Pemerintah seharusnya membiayai pendidikan seluruh peserta didik karena ini merupakan hak konstitusional warga Negara," tulis rilis tersebut. [dhn]