WahanaNews.co |
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mengajak guru seni dan
budaya melakukan perubahan paradigma pendidikan sehingga sekolah dapat menjadi
tempat belajar menyenangkan bagi siswa.
Ajakan ini disampaikanMuhammad Nur Rizal,
pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan dihadapan 80 guru SMK seni budaya dalam
Diklat Peningkatan Kompetensi Guru Vokasi Penggerak yang digelarBalai
Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) Seni dan Budaya.
Baca Juga:
Puan Maharani Lirik Dua Menteri Jokowi Maju Pilkada DKI Jakarta
"Prodi seni dan budaya punya ruang yang lebih
besar dibanding bidang sains, matematika dan bahasa dalam menerjemahkan Merdeka
Belajar di kelas-kelas," tegas pendiri GSM ini.
Rizal menilai, corak ilmu seni dan budaya yang
secara fitrah membutuhkan kreativitas dan kebebasan berekspresi menjadi alasan
utama sekolah SMK di bidang seni budaya ini menjadi pelopor bagaimana budaya
feodalistik dihentikan pada sistem pendidikan, khususnya lingkungan SMK.
"Jangan sampai justru atmosfer
memerdekakan diri sebagai fitrah pendidikan terbelenggu oleh tuntutan budaya
administrasi pendidikan," ujarnya lagi.
Baca Juga:
Pantas Anggota DPR Ngamuk ke Nadiem, Ternyata 17 Sekolah di NTT Mangkrak 2 Tahun
Rizal menyampaikan, pihaknya hadir untuk
mengingatkan dan mengembalikan fitrah akan karakteristik kemerdekaan dan
kebebasan berekspresi dari bidang seni budaya agar mendominasi kultur pendidikan
saat ini.
Hanya saja, meskipun ancaman output pendidikan yang stagnan sudah
diketahui sejak lama, para peserta mengaku bahwa perubahan sulit dilakukan
karena merasa terkekang kurikulum pendidikan dan beban administrasi.
Salah seorang guru SMK kriya kulit dari
Surabaya sempat menyatakan dirinya skeptis mengejar ketertinggalan kurikulum
siswa.
Sehingga, hal yang dapat ia lakukan hanyalah
memberikan ruang kebebasan bagi siswa untuk menggunakan fasilitas-fasilitas
sekolah mendukung keterampilan kewirausahaan di luar pemenuhan kurikulum.
Hasilnya, justru 3 orang muridnya dapat
bergabung di industri kerajinan kulit Revolt.
Nur Rizal mengapresiasi inisiatif guru SMK di
Surabaya tersebut sebagai bagian dari implementasi menghilangkan budaya
feodalistik.
"Terkadang, hanya dibutuhkan perubahan mindset dan perilaku guru untuk
menerjemahkannya. Tidak perlu sampai pada perubahan kurikulum atau kebijakan
yang lebih besar," ujar Rizal.
"Budaya feodalistik penting untuk dibongkar
secara mendasar karena budaya itu justru membunuh kreatifitas dan kemandirian
untuk beradaptasi terhadap perubahan. Padahal, dua kompetensi tersebut sangat
dibutuhkan oleh tuntutan kompetensi di masa depan," jelasnya.
Rizal mengatakan, apa yang disampaikannya
didukung data World Economic Forum
yang mengungkap 36 persen dunia kerja dan industri akan didominasi pekerjaan
yang membutuhkan kualifikasi dalam memecahkan persoalan kompleks.
"Sekitar 90 persen kompetensi yang harus
disiapkan oleh generasi mendatang adalah penguasaan di aspek softskill dan
karakter, bukan konten akademik," kata Rizal.
Ke depan, akademik yang dibutuhkan adalah jenis
pekerjaan yang memerlukan kemampuan penalaran dan teknik analisis untuk
keperluan data saintis dan kecerdasan buatan.
Dalam kesempatan ini, Nur Rizal menawarkan
Kompas Perubahan yang bertujuan menggeser paradigma standarisasi akademik
menuju manusia seutuhnya (wellbeing).
Kompas Perubahan GSM tersebut antara lain
adalah perubahan budaya feodalistik menuju budaya yang memerdekakan dan
memberdayakan.
"Budaya feodalistik ini akan melahirkan
praktik penyeragaman pada siswa serta pengawasan pada guru yang sifatnya
administratif. Dengan perubahan ekosistem ini, guru memiliki ruang dan
kesempatan untuk membuat kurikulum sekolah yang lebih dibutuhkan siswa dan
kontekstual," jelas Rizal.
Adapun selain ekosistem, Kompas Perubahan harus
terjadi dari penguasaan materi ke penalaran dan analisis, guru yang hanya
mengajar kurikulum ke guru yang memfasilitasi pengembangan individu, dan dari
ekosistem kompetisi ke ekosistem kolaborasi dan sharing.
Hal ini menandakan bahwa stakeholder terbuka menerima revolusi pendidikan yang ditawarkan
gerakan akar rumput GSM untuk menjadikan sekolah sebagai tempat yang
menyenangkan bagi siswa.
"Apabila siswa senang, maka siswa akan
termotivasi dan antusias dalam belajar tanpa dipaksa. Itulah ciri pembelajar
mandiri sepanjang hayat di era masa depan," pungkas Nur Rizal. [dhn]