WahanaNews.co, Jakarta - Salah satu peristiwa menarik yang akan terjadi di langit pada bulan Agustus adalah hujan meteor Perseid. Kondisi ini diantisipasi akan mencapai puncaknya pada tanggal 12-13 Agustus 2023.
Seperti diungkapkan oleh Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) melalui situs web resminya, puncak hujan meteor terjadi ketika Bumi melewati kumpulan partikel paling halus dari jalur komet Swift-Tuttle.
Baca Juga:
2 Astronaut Terdampar di ISS, NASA Pastikan Mereka Baru Pulang Tahun Depan
Menurut laporan dari situs BRIN, hujan meteor adalah fenomena astronomi tahunan di mana sejumlah meteor terlihat bergerak terus-menerus dari titik tertentu di langit.
Meteor sendiri adalah fragmen batuan atau debu antarplanet yang memasuki atmosfer dan terbakar akibat gesekan dengan udara.
Lalu, apa yang bisa diperhatikan selama puncak hujan meteor Perseid pada 12-13 Agustus 2023 mendatang?
Baca Juga:
NASA Berhasil Rekam Citra 'Lukisan' van Gogh di Langit Planet Jupiter
Hujan meteor Perseid sering dianggap sebagai salah satu hujan meteor terbaik dalam setahun. Ini disebabkan oleh jumlah meteor yang relatif banyak dalam hujan ini.
Pada tahun-tahun sebelumnya, peristiwa yang sama terjadi pada saat fase purnama.
Namun, kali ini penampakan meteor diperkirakan akan lebih jelas saat Bulan berada dalam fase sabit atau setengah bulan, yang memungkinkan beberapa meteor menjadi lebih terlihat meskipun cahaya Bulan yang lebih redup.
Menurut Bill Cooke, Kepala Kantor Lingkungan Meteoroid NASA, pada malam tanggal 13 Agustus mendatang, diharapkan akan terlihat sekitar 40 meteor dalam satu jam sebelum fajar.
Jumlah ini dapat diamati jika pengamat berada di area dengan minim cahaya buatan, seperti di daerah pedesaan atau pinggiran kota.
"Dalam beberapa jam sebelum fajar pada malam puncak, orang di Amerika Serikat dapat melihat sekitar 40 meteor Perseid dalam waktu satu jam. Ini berarti ada sekitar satu meteor setiap beberapa menit, yang tidak buruk," kata Cooke, mengutip situs NASA.
Menurut Andi Pangerang, peneliti dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), untuk dapat melihat hujan meteor dengan efektif, diperlukan kondisi cuaca yang cerah dan tanpa awan, serta minim polusi udara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.
"Agar peristiwa seperti hujan meteor dapat diabadikan, diperlukan penggunaan kamera all-sky yang ditempatkan menghadap ke atas (zenith), sehingga kamera bisa merekam selama malam berlangsung untuk menangkap lintasan meteor," sebutnya, dilansir dari laman BRIN, Jumat (11/8/2023).
Wilayah terbaik untuk mengamati fenomena hujan meteor pada tanggal 13 Agustus ini berada di belahan Bumi utara.
Di area ini, para pengamat dapat melihat "bintang jatuh" di berbagai bagian langit tanpa perlu mengarahkan pandangan mereka ke titik tertentu.
"Puncak hujan meteor Perseid akan tampak berasal dari satu titik dalam konstelasi Perseus, dan setiap meteor akan memiliki orbit yang serupa. Nama "Perseid" sendiri diambil dari lokasi titik asal meteor, yang juga dikenal sebagai titik pancaran," lanjutnya.
Andi juga menjelaskan bahwa hujan meteor tidak memiliki dampak negatif bagi manusia.
"Fenomena ini juga tidak akan berdampak pada penipisan lapisan ozon," ungkapnya.
Namun, Andi mengakui bahwa ada potensi fenomena hujan meteor yang bisa membawa bahaya. Hal ini terjadi jika meteor yang jatuh memiliki diameter lebih dari 140 meter dan memiliki jarak perpotongan orbit minimal sekitar 5 juta kilometer.
Andi menjelaskan bahwa hal ini perlu diwaspadai karena jika meteor tersebut mendekati Bumi dengan jarak kurang dari batas Roche (batas ketika sebuah benda langit berinteraksi dengan gravitasi Bumi), kemungkinan besar benda tersebut akan hancur menjadi berkeping-keping dan membentuk cincin di sekitar Bumi.
"Namun, jika jaraknya lebih pendek dari batas Roche, maka ada potensi meteor tersebut jatuh ke Bumi," sebutnya.
Salah satu dampak dari hujan meteor Perseid adalah potensi gangguan terhadap peluncuran wahana antariksa.
Sebagai contoh, pada tahun 1993, NASA harus menunda peluncuran misi NASA-STS-51 karena kekhawatiran bahwa hujan meteor dapat merusak wahana antariksa tersebut.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]