WahanaNews.co | Ikan siput, Snailfish Chock-Full, adalah spesies yang hidup perairan kutub. Tapi, meskipun berenang di perairan dengan suhu di bawah nol derajat, ikan ini tetap lentur dan tidak beku.
Snailfish ini merupakan ikan siput yang juga dikenal sebagai satu-satunya spesies biofluoresen di perairan kutub, yang dapat memancarkan cahaya di lingkungan yang gelap.
Baca Juga:
4 Olahraga yang Bisa Dilakukan untuk Mengisi Akhir Pekan
Lantas, apa rahasia ikan siput ini tidak beku saat berenang di perairan bersuhu di bawah nol derajat?
Dikutip dari IFL Science, Rabu (17/8/2022), seekor ikan siput yang memiliki banyak protein antibeku telah mengejutkan para ilmuwan saat sedang mempelajari hewan-hewan di perairan di bawah nol derajat Celsius di Greenland.
Spesies tersebut adalah Liparis gibbus, yakni ikan ramah air beku. Untuk pertama kalinya, ikan ini menarik perhatian para ilmuwan saat menampilkan fisiknya dengan bioluminesensi yang mencolok.
Baca Juga:
Mengenal Tanaman Romantis Tapi Parasit 'Mistletoe'
Selanjutnya, setelah diamati dengan seksama, terungkap bahwa ikan tersebut memiliki kandungan protein antibeku yang memenuhi seluruh tubuh mungilnya.
"Mirip dengan bagaimana (komponen) antibeku di mobil Anda menjaga air di radiator tidak membeku pada suhu dingin. Beberapa hewan ternyata telah mengembangkan mesin yang luar biasa yang dapat mencegah mereka membeku, seperti protein antibeku (pada ikan siput), yang dapat mencegah pembentukan kristal es (saat berada di lingkungan sangat dingin)," ungkap David Gruber, rekan peneliti di American Museum of Natural History.
Gruber yang juga seorang profesor biologi terkemuka di Baruch College City University of New York mengatakan kristal es dapat memiliki efek bencana bagi sel pada banyak hewan, termasuk manusia.
Jika manusia dan mamalia lainnya bisa mati akibat cuaca dingin, namun ada beberapa spesies yang dapat menghadapi suhu dingin yang ekstrem dengan cara memproduksi protein antibeku.
Namun, menurut peneliti, tidak ada spesies yang mampu memproduksi protein antibeku dengan jumlah yang sangat melimpah seperti yang dilakukan ikan siput di perairan Greenland.
Ikan siput adalah spesies ikan perairan kutub yang dapat mengalami biofluoresensi, yang dapat memancarkan cahaya berwarna hijau dan merah.
Kemampuan ikan siput atau snailfish ini dalam memproduksi protein antibeku yang sangat banyak telah menarik perhatian para ilmuwan.
Mereka pun memutuskan untuk melihat lebih dekat dan peneliti menyadari bahwa ikan ini memiliki dua jenis keluarga gen yang berbeda yang dikodekan untuk antibeku.
“Kami sudah tahu bahwa ikan siput kecil ini, yang hidup di perairan yang sangat dingin, menghasilkan protein antibeku, tetapi kami tidak menyadari betapa penuhnya protein itu – dan jumlah upaya yang dilakukan untuk membuat protein ini,” ungkap Gruber.
Temuan studi ini telah dipublikasikan tim ilmuwan di American Museum of Natural History dan City University of New York, di jurnal Evolutionary Bioinformatics.
Ancaman pemanasan global pada ikan siput
Tidak hanya mengungkapkan bagaimana spesies ikan siput ini bertahan hidup di lingkungan suhu dingin yang paling ekstrem di Bumi.
Para peneliti juga menemukan bahwa ancaman perubahan iklim dan pemanasan global dapat turut memengaruhi kehidupan spesies-spesies tersebut, di mana lingkungan yang sangat dingin menjadi rumah yang sangat nyaman bagi mereka, namun perlahan terancam oleh memanasnya lautan.
"Sejak pertengahan abad ke-20, suhu telah meningkat dua kali lebih cepat di Kutub Utara daripada di garis lintang tengah dan beberapa penelitian memperkirakan bahwa jika penurunan es Laut Arktik berlanjut pada tingkat saat ini, di musim panas Samudra Arktik sebagian besar akan bebas es dalam tiga dekade ke depan," kata rekan penulis John Sparks, seorang kurator di Departemen Ichthyology Museum.
Sparks mengatakan Laut Arktik tidak mendukung keragaman spesies ikan yang tinggi, dan penelitian yang mereka lakukan berhipotesis bahwa dengan meningkatnya suhu lautan, spesies yang tinggal di es seperti ikan siput ini, mungkin menghadapi peningkatan persaingan.
Ikan siput ini berpotensi menghadapi persaingan dengan spesies sebelumnya tinggal di lingkungan beriklim lebih tinggi atau hangat. [rin]