WahanaNews.co | Wakil Gubernur DKI Jakarta Rizal Patria mengungkapkan, pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) bisa membantu mencegah Jakarta tenggelam.
Namun, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta mengingatkan bahwa pernyataan tersebut adalah sesat pikir yang berbahaya.
Baca Juga:
Saat Diskusi 'Digusur karena Bandara IKN', 9 Petani Kaltim Ditangkap Polisi
Hal ini ditegaskan oleh Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Suci Fitria Tanjung dalam keterangan tertulisnya yang diterima akhir pekan lalu.
Secara umum, Walhi Jakarta menilai pemindahan IKN tidak akan berdampak signifikan pada penurunan masalah lingkungan hidup di Jakarta.
“Pemindahan ibu kota sama sekali tidak berkaitan dengan agenda pemulihan lingkungan hidup di Jakarta. Selama ambisi pembangunan tidak diturunkan, Jakarta akan sulit pulih. Jadi, berhenti menggunakan alasan perbaikan lingkungan hidup di Jakarta untuk memuluskan rencana pemindahan ibu kota,” Kata Suci.
Baca Juga:
4 Harimau Mati, Walhi Desak Medan Zoo Segera Ditutup
Sebab, pasca-pemindahan tersebut, Jakarta masih diwacanakan menjadi pusat bisnis dan jasa global di mana kebutuhan terhadap ruang akan terus tinggi dan wacana pemulihan lingkungan hidup di Jakarta menjadi semakin sulit dibayangkan.
Pemindahan IKN kurangi potensi Jakarta tenggelam
Beberapa hari lalu, Rizal mengatakan bahwa pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur dapat membantu mengurangi potensi Jakarta tenggelam. Namun, pernyataannya justru menuai kecaman.
"Karena, kan terjadi pergeseran jumlah warga yang ada di Jakarta ke IKN. Itu terjadi pengurangan. Memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur, di antaranya adalah mengurangi beban DKI Jakarta termasuk beban adanya penurunan muka air tanah," kata Riza Patria di Balai Kota Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (9/8/2022).
Rizal berpendapat bahwa pemindahan IKN yang akan diikuti oleh perpindahan 1 juta aparat sipil negara (ASN) akan membantu mengurangi penggunaan air tanah sehingga dianggap akan mengurangi laju penurunan muka tanah.
Dengan menurunnya jumlah penduduk di DKI Jakarta saat ini, konsumsi air tanah juga diharapkan berkurang sehingga meringankan beban di DKI Jakarta.
Dengan begitu, risiko Jakarta yang terancam tenggelam akibat konsumsi air tanah yang berlebihan juga bisa diminimalisasi.
Saat ini, utuk menekan konsumsi air tanah, Pemprov DKI melalui BUMD PAM JAYA berupaya mempercepat penyediaan air bersih perpipaan bekerja sama dengan pemerintah pusat untuk penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Akar masalah ancaman Jakarta tenggelam
Walhi Jakarta menilai akar masalah yang mengancam Jakarta tenggelam justru berada di pemerintah yang gagal dalam merencanakan tata ruang, menyediakan layanan pipa air bersih, dan melakukan penegakan aturan terkait ekstraksi air tanah dalam equifier untuk sektor komersial dan industri.
Selain itu, Walhi menambahkan bahwa kegagalan pemerintah juga tecermin dari minimnya kawasan imbuhan air tanah karena 64-92 persen merupakan tutupan lahan kedap dan terbangun (Data DLH DKI Jakarta).
Dengan kata lain, kata Suci, beberapa wilayah di Jakarta kehilangan kemampuan menyerap air sehingga mengganggu ketersediaan air tanah.
“Wilayah dengan tutupan lahan kedap air paling tinggi adalah Jakarta Utara dan Jakarta Pusat, yang mana, kedua daerah tersebut juga merupakan wilayah yang paling tinggi angka penurunan muka tanahnya,” kata Suci.
Menurut Suci, penyataan Riza soal upaya pencegahan Jakarta tengelam juga kontradiktif dengan kebijakan yang dibuat pemerintah.
Melalui Peraturan Gubernur Nomor 118 Tahun 2020, pemerintah dinilai justru mempermudah Izin pembangunan Gedung di Jakarta.
Hal ini dianggap mengkhawatirkan, pasalnya penurunan muka tanah juga dipengaruhi oleh beban bangunan.
Menurut Suci, pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut adalah logical fallacy yang berbahaya dan dapat menumbalkan keberlangsungan lingkungan hidup dan hidup warga Jakarta.
"Jelas sekali bahwa premis akar masalah yang menyebabkan Jakarta tenggelam dan kesimpulan yang ditarik sebagai landasan solusi, tidak nyambung,” kata Suci. [rin]