WAHANANEWS.CO, Jakarta - Isu deforestasi sebagai penyebab banjir bandang di sejumlah daerah di Pulau Sumatra belakangan menjadi perhatian. Hal itu dibuktikan dengan rekam citra satelit 2016 hingga 2025 yang menunjukkan masifnya pembukaan lahan di Sumatra Utara.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut mencatat dalam 10 tahun terakhir, 2 ribu hektare hutan di Sumut rusak.
Baca Juga:
INALUM Bersama Komisi XII DPR RI dan BUMN Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang dan Tanah Longsor di Sumatera Utara
Hal itu diduga jadi penyebab banjir bandang, bukan semata-mata akibat cuaca ekstrem.
"Perusakan hutan di sana itu disebabkan ya, dipicu ya, oleh beberapa perusahaan. Jadi kita menyangkal pernyataan dari Gubernur Sumatra Utara bahwa banjir tersebut karena cuaca ekstrem. Tapi pemicu utamanya bukan cuaca ekstrem ini, pemicu utamanya adalah kerusakan hutan dan alih fungsi lahan dari hutan menjadi non-hutan," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumut Rianda Purba dalam konferensi pers, Senin (1/12).
Senada, Lembaga Bantuan Hukum dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Regional Barat menyatakan bencana longsor dan banjir tak lepas dari dampak krisis iklim terkait aktivitas deforestasi dan masifnya pemberian izin konsesi pada perusahaan pertambangan dan perkebunan di Sumatra.
Baca Juga:
Buntut Ucapan Banjir Sumatra Hanya Mencekam di Medsos, Kepala BNPB Minta Maaf
LBH mencatat dalam rentang waktu 2020-2024, di Sumatra Barat terdapat ratusan ribu hektare hutan dirusak.
Hal ini bersifat sistemik dan berkelanjutan, tampak dari citra satelit yang menunjukkan kerusakan di kawasan konservasi dan hutan lindung seperti di wilayah perbukitan di Taman Nasional Kerinci Seblat.
Tambang-tambang ilegal dan pembalakan liar kian memperparah situasi ini, seperti yang terjadi di wilayah Dharmasraya, Agam, Tanah Datar, dan Pesisir Selatan.