WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di tengah ketegangan global yang makin terasa, perlombaan teknologi militer memasuki babak baru. Negara-negara adidaya tak lagi sekadar mengembangkan senjata tercepat atau paling mematikan.
Kini, mereka berebut menciptakan jet tempur generasi keenam, pesawat perang masa depan yang diklaim mampu berpikir, merencanakan, dan memimpin pertempuran dengan bantuan kecerdasan buatan.
Baca Juga:
'Jaring Laba-Laba' Menembus Kutub Utara, Zelensky Hantam Jet Strategis Rusia
China baru-baru ini mengungkap prototipe jet tempur generasi keenam yang disebut-sebut sebagai yang pertama di dunia.
Dengan bobot hampir 100 ribu pon dan teknologi siluman yang semakin canggih, jet ini diklaim mampu mendominasi medan tempur dari kejauhan.
Bahkan, pesawat ini bukan hanya berfungsi sebagai alat tempur, tapi juga sebagai pusat komando terbang.
Baca Juga:
Tak Mau Ketinggalan, Inggris Lirik Jet F-35A untuk Kuasai Langit dengan Bom Nuklir
“Jet pertama yang menemukan musuh biasanya menang,” ujar John Hoehn, pakar kebijakan pertahanan dari lembaga think tank RAND.
Ia menekankan bahwa kunci kemenangan udara kini bukan lagi kecepatan, tapi kemampuan mendeteksi, bersembunyi, dan menyerang dari luar jangkauan lawan.
Jet tempur generasi keenam dirancang untuk menjadi pemimpin dalam “peperangan jaringan.”
Mereka tak bertempur sendirian, melainkan bersama armada drone cerdas yang bisa melakukan pengintaian, jamming, hingga serangan elektronik.
AI juga punya peran besar, dari memilih target, merancang misi, hingga menghindari ancaman musuh.
Fitur lainnya mencakup:
• Jangkauan tempur yang meningkat drastis
• Kemampuan membawa beban senjata besar secara internal
• Sensor dan radar canggih untuk deteksi target siluman
• Interoperabilitas dengan sistem luar angkasa, drone, pasukan darat, hingga dunia maya
Angkatan Udara AS sendiri tengah mengembangkan F-47, bagian dari program Next-Generation Air Dominance (NGAD).
Jet siluman yang disebut "Stealth++" ini diperkirakan mampu terbang di atas Mach 2 dengan radius tempur 1.000 mil laut.
Selain itu, F-47 akan bekerja berdampingan dengan drone otonom dalam skenario MUM-T (Man-Unmanned Teaming).
“Ini bukan sekadar jet tempur,” kata Kepala Staf AU AS Jenderal David Allvin. “Ini adalah sistem tempur strategis yang dirancang untuk mengalahkan ancaman paling kompleks di masa depan.”
Sementara itu, China mengembangkan jet J-36, raksasa udara dengan tiga mesin, jangkauan 1.500 mil laut, serta muatan senjata internal yang besar.
Laporan militer menyebutkan pesawat ini dirancang untuk menggagalkan operasi udara AS di Pasifik, termasuk menghadang pembom strategis seperti B-21 Raider sebelum mencapai targetnya.
Tak ketinggalan, Eropa juga memasuki persaingan lewat proyek GCAP Tempest, kolaborasi Inggris, Italia, dan Jepang.
Jet ini dirancang memiliki jangkauan lintas Atlantik tanpa pengisian bahan bakar dan daya angkut dua kali lipat F-35A. AI akan menjadi bagian integral dalam sistem pertempurannya, memungkinkan pengambilan keputusan cepat dalam situasi kompleks.
Namun, muncul pertanyaan etis dan strategis. Ketika AI mulai menentukan kapan harus menembak, siapa yang bertanggung jawab?
Dapatkah sistem kecerdasan buatan benar-benar diandalkan untuk membuat keputusan hidup dan mati?
“Negara-negara tetap memilih mempertahankan pesawat berawak,” jelas Hoehn.
“Artinya, pilot masih memegang kendali akhir dalam pertempuran udara. Ini mencerminkan kompleksitas dan sensitivitas dalam skenario tempur modern.”
Pada intinya, pesawat tempur generasi keenam bukan hanya tentang teknologi. Ini tentang membentuk lanskap kekuatan global.
Mereka dirancang untuk menghadapi skenario pertempuran multidimensi, di udara, darat, laut, luar angkasa, hingga dunia maya.
Namun, program-program ini sangat mahal dan tertutup, menyulitkan pengawasan publik dan menimbulkan risiko kesalahpahaman strategis. Perlombaan senjata kembali bergulir, dan taruhannya bukan hanya dominasi udara, tapi juga stabilitas global.
Sampai saat ini, Angkatan Udara AS dan Inggris belum memberikan tanggapan resmi. Namun jelas, masa depan pertempuran udara sedang dibentuk hari ini, di balik hanggar tertutup dan di laboratorium rahasia.
Dan ketika mereka siap diterbangkan, dunia mungkin akan menyaksikan era baru perang yang lebih cepat, lebih pintar, dan jauh lebih kompleks dari sebelumnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]