Oleh ELIAS SITUMORANG
Baca Juga:
Edy Rahmayadi Kampanye Akbar di Labura: Fokus pada Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur
SEORANG anak yang duduk di bangku kelas V sekolah dasar menangis,
menjerit dan memberontak sebagai bentuk protes karena peringkatnya turun.
Padahal sejak
kelas satu hingga kelas IV dia selalu juara kelas.
Baca Juga:
Pj Wali Kota Madiun Resmikan Sekolah Terintegrasi untuk Peningkatan Kualitas Pendidikan
Namun
pembalajaran daring akibat Covid-19 membuat anak yang peringkatnya jauh di
bawahnya menjadi juara kelas.
Selidik punya
selidik ternyata si anak yang dinobatkan juara kelas V saat ujian, bapaknya
yang mengerjakan semua soal dan juga tugas-tugas dari sekolah.
Tangisan anak
sebagai protes atas ketidakjujuran, kebenaran, dan keadilan merupakan persoalan
jiwa yang pada akhirnya dapat mengarah pada minderwaardigheids (habis jiwanya).
Jika jiwa
tidak sehat maka akan berpengaruh pada tubuh juga.
Minimal orang
yang kejiwaannya seimbang dan cerah, tidak terlalu peduli akan penyakit badan,
dan selalu hidup gembira dan bersemangat.
Maka kalau
hidup seseorang tidak cerah mungkin hampir pasti ada yang tidak beres dalam
jiwanya.
Jiwa yang
kuat dan sehat mengarahkan seseorang pada tindakan jujur, adil, berbelas kasih,
punya integritas, pelopor perdamaian, dan mencintai kehidupan.
Semuanya ini
hampir pasti dimulai dari pendidikan keluarga.
Si anak yang
mendapat nilai hebat, tetapi bukan karena usahanya akan tumbuh menjadi manusia
liar tindakannya dan tidak akan punya integritas.
Manusia
seperti itu akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup suatu bangsa dan
negara.
Jadi secara
positif orangtua yang ingin membimbing anak menghadapi dunia persekolahan harus
tegas, yang dapat dan perlu dituntut harus dituntut.
Anak pintar
yang malas belajar jangan dibiarkan malas.
Kalau tetap
malas, orangtua harus berani menghubungi seorang ahli bimbingan dan konseling
guna mengetahui ada masalah apa pada anak.
Jangan malah
orangtua yang mengambil alih tugas dan ujian anak.
Seharusnya
setiap orangtua harus memikirkan apa yang sebaiknya diberikan kepada anak-anak
untuk berkembang menjadi pribadi-pribadi tangguh, berwatak, dan mandiri.
Dalam
pendidikan dasar setiap orangtua harus punya nada dasar dalam mendidik anak,
yakni kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
Kalau tidak
perlu, tak perlu adainterfere(campur
tangan) pada kehidupan pribadi anak-anak.
Agar anak
dapat melewati masa ini dengan baik dan benar sejak dini perlu diajarkan
nilai-nilai etika secara tegas dan konsisten seperti misalnya jujur,
bertanggung jawab, disiplin, mencintai kebenaran, membela keadilan, dan berbuat
kasih, serta tidak mencari kepentingan sendiri.
Orangtua
perlu mendidik anak-anak dengan disiplin dan diajari tanggung jawab.
Maksud
pendidikan ini bukan untuk membangun ketakutan anak pada orangtua melainkan
kepatuhan anak terhadap rasa tanggungjawab, disiplin, dan kerajinan.
Orangtua juga
harus mendidik tinggi-tinggi cita-cita luhur bagi sang anak yaitu anak ini
harus menjadi anak kebenaran, anak-anak kasih, beriman, rela berkorban,
pemberani dalam membela keadilan.
"Veritas", "Probitas", dan "Iustitia"
Pendidikan
itu berbeda dengan persekolahan.
Memang tidak
selalu dua yang bertentangan.
Namun dua
benda ini memang harus dibedakan karena banyak orang dibingungkan oleh
keduanya.
Banyak orang
beranggapan dia sedang menerangkan topik pendidikan, ternyata yang dimaksud
adalah sekolah atau persekolahan.
Pendidikan
adalah substansi dan isi pengetahuan sementara persekolahan adalah sistem,
sarana, dan gedung.
Cukup sering
sarana memberikan bantuan.
Tetapi dalam beberapa
dekade ini, dalam banyak kasus, sekolah dengan segala sepatu, buku,
administrasi, uang gedung, ijazah, dan masih banyak aksesori lain lebih banyak
mengganggu pendidikan daripada membantu.
Tujuan utama
pendidikan adalah untuk menyingkapkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan (veritas, probitas, dan iustitia) serta untuk menyelamatkan umat manusia dari kesesatan (the darkness of error) dan berhala (idolatry).
Untuk
mendapatkan pendidikan yang benar dan baik bagi anak bangsa maka yang pertama
yang mesti diperhatikan adalah pendidikan dalam keluarga, masyarakat, dan
sekolah.
Inilah urutan
yang benar dan dengan urutan ini untuk menghapus anggapan keliru tentang
persekolahan yang seakan-akan mereka mampu mengatasi dan menangani berbagai hal
yang muncul dalam pendidikan anak.
Biarlah sekolah
hanya fokus pada tugas utama, yaitu mendidik melalui pengajaran.
Sekolah harus
berani turun takhta dari satu-satunya pendidik menjadi pembantu utama orangtua
dan masyarakat dalam melaksanakan tugas mendidik generasi baru.
Kemudian para
calon pendidik harus bermental pendidik.
Persiapan itu
penting agar mereka pantas dan layak sebagai guru.
Kelayakan dan
kepantasan sangat diperlukan mengingat tugas guru memiliki ukuran multi
dimensional yang sangat kompleks terkait dengan penyiapan generasi penerus yang
lebih baik dalam segala hal.
Ketidaklayakan
guru dapat berakibat terjadinya kecacatan dalam proses pembentukan pola pikir,
pengasahan mata hati dan perilaku sosial dari peserta didik.
Hal ini akan
menjadi beban berat baik bagi diri peserta didik maupun bagi masyarakat.
Sebagai
jembatan ke masa depan, guru harus memastikan bahwa bahwa peserta didiknya
adalah jembatan bagi masa depan mereka menuju ke masa depan berikutnya.
Pendidikan
dan pengajaran membantu anak menjadi orang dewasa mandiri dalam kehidupan
bermasyarakat; melalu pengajaran para pendidik anak mencapai kematangan baik
intelektual maupun emosional untuk dapat menempuh studi akademis atau
profesional.
Teras dari
kematangan itu adalah kemampuan bernalar dan bertutur yang telah terbentuk.
Mampu menilai
kesimpulan-kesimpulan tanpa terbawa oleh perasaan.
Dapat menjadi
orang yang berkomitmen dan berani melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal ini hanya
mungkin kalau tercipta relasi yang baik antara pendidik dan anak didik.
Relasi guru
dan murid dapat ditinjau dari berbagai segi.
Menurut Earl
V Pullias dan James D Young dalam bukunya, A Teacher Is Many Things,
hubungan itu
sebaiknya adalah hubungan saling percaya.
Murid percaya
dan hormat pada gurunya karena mereka yakin guru mempunyai budi dan pengetahuan
yang jauh lebih tinggi dari mereka, sebaliknya guru pun percaya bahwa muridnya
mempunyai kemampuan untuk menyerap dan meyakini apa yang diajarkan ibarat
seorang ibu menuntun anaknya yang baru pandai berjalan.
Di bawah
naungan guru yang berwibawa murid merasa aman seperti anak ayam merasa nyaman
di bawah sayap induknya.
Karena itu
guru perlu menyadari bahwa sebagai manusia, murid mempunyai potensi untuk
berbagai kemungkinan.
Murid belum
tentu menyadari potensi yang mereka miliki.
Gurulah
sebagai penilai yang memberi penilaian kepada murid, bukan untuk mengadilinya.
Guru harus
bertindak adil dan hati-hati untuk membantu murid menyadari apa yang telah
dicapainya dan apa yang belum.
Penilaian
yang tepat hanya bisa didapat dalam dan melalui relasi yang baik, mendalam dan
terukur.
Karena itu
dalam konteks pendidikan mesti disadari bahwa guru harus mampu mengembangkan
kemampuan akal budi peserta didik untuk sampai pada kebenaran.
Peran guru
sebagai pendidik dalam dunia pendidikan dapat dianalogikan seperti jantung bagi
manusia.
Jantung
merupakan salah satu organ yang paling penting bagi manusia karena diperlukan
untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh mendapatkan oksigen dan
sari makanan yang diperlukan untuk metabolisme tubuh.
Guru harus
memompakan semangat kepada peserta didik agar mereka memiliki kualifikasi ilmu
dan akhirnya menjadi manusia berpendidikan.
Manusia
berpendidikan dengan sendirinya akan mengembangkan kemampuannya untuk mengatasi
kesulitan, merealisasikan diri, dan menyesuaikan hidup dengan kehendak Sang
pencipta.
Manusia atau
seseorang akan terbentuk oleh pendidikan yang dia peroleh.
Pendidikan
memudahkan dia mendapat pekerjaan maka atas dasar inilah kerja menjadi bagian
budaya.
Sedangkan
nilai kerja membuat manusiasurvivedalam
dunia yang menantang.
Orang harus
bekerja untuk memenangkan perjuangan dalam hidup keseharianya.
Untuk
menggapai pendidikan yang baik, orang mesti dilatih teratur dalam bentuk
disiplin sama dengan orang, apabila ia ingin hidup maka jantungnya harus dijaga
dengan dengan baik.
Jantung yang
terjaga dengan baik didapat melalui latihan dan kemauan untuk hidup dalam
disiplin misalnya makan teratur, olahraga, istirahat, dan berelasi secara sehat
dengan sesama.
Orang yang
sehat jantungnya akan membuat dia dapat melakukan segala bentuk aktivitas.
Sebaliknya orang
yang jantungnya sakit membutuhkan biaya sangat besar dan perawatan intensif
serta akan mengurangi produktivitas.
Dengan
disiplin yang baik dalam pendidikan maka akan tercipta manusia berkarakter.
Untuk itu
perlu sejak awal dalam pendidikan perlu menyadarkan setiap anak didik bahwa
dirinya harus menjadi pribadi yang berdaya guna karena memiliki pengetahuan,
berempati kepada sesama manusia dalam bentuk tugas dan pekerjaan apapun yang
dia ampu kelak serta memiliki kesadaran moral berupa intengritas yang tinggi.
Menurut
Ernest Hull, seorang Jesuit pendidik dari abad lalu, pembentukan karakter
dimulai dengan "tujuan yang hendak dicapai".
Menurut
Ernest Hull, akal budi di satu sisi adalah tanda kemuliaan Allah, tetapi
sekaligus potensial menjadi sumber penderitaan manusia yang tak terperikan.
Karena itu manusia melalui pendidikan perlu menebus budi namun tidak
menggusurnya.
Manusia perlu
memerangi kejahatan yang disebabkan akal budi memalui pendidikan karakter.
Untuk itu
guru perlu berfantasi, membayangkan karakter yang hendak dibangun pada siswa.
Agar
berkarakter maka setiap anak didik perlu didorong untuk disiplin, dikondisikan
untuk tidak mencontek, bermental juara, dan bahkan jiwa seni mereka pun perlu
dikembangkan.
Pendidikan
karakter adalah bagian integral upaya mendampingi peserta didik untuk
mengembangkan potensi manusiawi mereka.
Maka tanggung
jawab sekolah adalah membantu peserta didik untuk mengubah potensi manusiawi
menjadi tindakan konkret.
Pendidikan
karakter ini juga untuk memberikan visi etis kepada peserta didik.
Visi etis
diharapkan menempatkan diri mereka pada horizon yang lebih luas.
Pendidikan
yang mengabaikan pembentukan visi etis dikhawatirkan hanya akan menjadi proses
pemindahan pengetahuan yang tidak berakar berpijak pada nilai-nilai
kemanusiaan.
Pendidikan karakter dengan demikian
diharapkan dapat membantu peserta didik untuk menjadi pribadi yang semakin
manusiawi yang mengagunkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan. (Elias Situmorang, Direktur Rumah Pendidikan Fransiskan, Nagahuta-Simalungun, Sumatera
Utara)-qnt
Artikel ini sudah tayang di Kompas.id dengan judul "Kebenaran, Kejujuran, dan Keadilan sebagai
Tujuan Pendidikan". Klik untuk baca: www.kompas.id/baca/opini/2021/08/21/kebenaran-kejujuran-dan-keadilan-sebagai-tujuan-pendidikan/.