WahanaNews.co | Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)
menegaskan, peneliti asing yang melakukan kegiatan penelitian di
Indonesia tanpa izin akan dikenai sanksi administratif dan bisa dipidana denda paling banyak Rp 4 miliar.
Hal itu diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019
tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek).
Baca Juga:
Edy Rahmayadi Kampanye Akbar di Labura: Fokus pada Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur
"Pelaksanaan penelitian, pengembangan, pengkajian dan
penerapan oleh kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi asing dan/atau orang
asing wajib memperoleh izin dari pemerintah pusat," kata Pelaksana Deputi
Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristek, Muhammad Dimyati, dalam acara virtual Sosialisasi Perizinan Penelitian Asing di Indonesia dalam Perspektif
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 di Jakarta, Senin (26/10/2020).
Dimyati menuturkan, dalam Pasal 92 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 disebutkan
sanksi administratif berupa pencantuman dalam daftar hitam orang asing yang
melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi di Indonesia.
Hal itu berlaku bagi setiap orang asing yang melakukan kegiatan
penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi tanpa izin di Indonesia.
Baca Juga:
Pj Wali Kota Madiun Resmikan Sekolah Terintegrasi untuk Peningkatan Kualitas Pendidikan
"Di situ dijelaskan secara tegas bahwa siapapun, kalau kita
konteksnya bicara peneliti asing, peneliti asing yang datang ke kita wajib
memperoleh izin dan ini ada kaitannya dengan sanksi dan siapa yang berikan izin
adalah pemerintah pusat," tutur Dimyati.
Sementara dalam Pasal 93 UU Sisnas Iptek, disebutkan bahwa jika
orang asing tersebut kembali melakukan pelanggaran dengan melakukan penelitian,
pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia tanpa izin, maka dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 4 miliar.
Selain pidana pokok berupa denda hingga Rp 4 miliar, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
larangan untuk memperoleh izin penelitian di wilayah Republik Indonesia dalam
jangka waktu paling lama lima tahun.