WahanaNews.co | Belum lama ini, seseorang astronaut pernah mengungkapkan dirinya menangis saat melihat Bumi dari stasiun antariksa internasional (ISS).
Megan McArthur, astronaut NASA, menjelaskan merasa sedih ketika melihat efek perubahan iklim dan pemanasan global di Bumi. Termasuk adalah kebakaran hutan yang menimpa sejumlah wilayah, seperti Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Pemerintah Kalimantan Barat Komitmen Tingkatkan Layanan Pemberdayaan Pemuda untuk Sumpah Pemuda
"Kami sangat sedih melihat kebakaran di sebagian besar Bumi, bukan hanya Amerika Serikat," ujar McArthur dalam wawancaranya dengan Insider, dikutip dari Futurism.
Para ilmuwan, menurutnya, telah memperingatkan soal kebakaran hutan itu sebelumnya. Dia juga mendorong kerja sama seluruh komunitas global untuk menyelesaikan permasalahan itu.
"Selama bertahun-tahun para ilmuwan dunia telah membunyikan bel alarm ini. Ini adalah peringatan bagi seluruh komunitas global. Butuh seluruh komunitas global untuk menghadapi ini dan mengatasi tantangan tersebut," jelasnya.
Baca Juga:
Program Desa Berdaya PLN UIP KLB Sintang Dukung Pengembangan Potensi dan Ekonomi Desa
Kebakaran hutan memang sempat melanda beberapa negara dunia. Selain AS, ada Siberia, Yunani, Spanyol, hingga Pacific Northwest yang mengalami hal serupa.
Menurut laporan, Turki sangat terpengaruh oleh kebakaran hutan. Amerika Serikat juga berusaha merekrut petugas pemadam kebakaran dalam jumlah yang memadai.
Ancaman lain yang saat ini dihadapi bumi adalah ancaman deforestasi di hutan hujan Brasil. Sayangnya, itulah yang terjadi baru-baru ini, kata Simon Evans dari Carbon Brief.
Penggundulan hutan dilakukan agar lahan bisa dimanfaatkan misalnya untuk pertanian, peternakan, bahkan di pemukiman atau perkotaan. Di Brasil khususnya, kawasan hutan diperuntukkan bagi penanaman tanaman seperti karet, gula, dan tembakau.
Ini juga dipercepat pada paruh kedua abad ke-20 ketika ternak mengolah tanah dan menghasilkan tanaman dalam skala industri. Seperti kedelai, kelapa sawit dan penebangan.
Berdasarkan hasil foto udara, negara itu juga terus menyusut dari waktu ke waktu. Amazon juga mengeluarkan lebih banyak CO2 daripada yang diserapnya dalam 10 tahun terakhir. Selain itu, 40 persen hutan dunia terancam berubah menjadi sabana kering, yang muncul akibat curah hujan akibat perubahan iklim. Sabana merupakan daerah dengan iklim sedang dan sedikit curah hujan.
Penduduk Bumi 8 miliar
Pada November 2022, jumlah penduduk Bumi diproyeksi telah menembus angka 8 miliar jiwa.
Meskipun dibutuhkan 12 tahun populasi global untuk tumbuh dari 7 menjadi 8 miliar, dibutuhkan sekitar 15 tahun, yaitu sampai 2037, untuk mencapai 9 miliar. Ini tanda bahwa tingkat pertumbuhan keseluruhan populasi global sedang melambat.
"Tonggak sejarah ini adalah kesempatan untuk merayakan keragaman dan kemajuan, sambil mempertimbangkan tanggung jawab bersama umat manusia untuk planet ini," ujar Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, dikutip dari laman resmi PBB, Jumat (11/11/2022).
Negara dengan tingkat kesuburan tertinggi cenderung menjadi negara dengan pendapatan per kapita terendah. Oleh karena itu, pertumbuhan populasi global dari waktu ke waktu menjadi makin terkonsentrasi negara-negara termiskin di dunia, yang sebagian besar berada di Afrika sub-Sahara.
"Di negara-negara itu, pertumbuhan penduduk yang cepat dan berkelanjutan dapat menggagalkan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), yang tetap merupakan jalur terbaik dunia menuju masa depan yang bahagia dan sehat," kata Guterres.
Meskipun pertumbuhan penduduk memperkuat dampak lingkungan dari pembangunan ekonomi, pertumbuhan pendapatan per kapita merupakan penyebab utama pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan.
Mencapai tujuan Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu global sambil memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sangat tergantung pada pembatasan pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan.
Namun, pertumbuhan populasi yang lebih lambat selama beberapa dekade dapat membantu mengurangi kerusakan lingkungan yang terakumulasi pada paruh kedua abad ini. [rna]