WahanaNews.co | Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan pekan ini, sepakat untuk berkolaborasi dalam mendominasi dunia teknologi informasi.
Kesepakatan itu tertuang dalam dokumen berjudul 'Pernyataan Bersama antara China dan Rusia untuk Memperdalam Strategi Kemitraan Komprehensif dalam Koordinasi di Era Baru'.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Usai pertemuan dua kepala negara tersebut, Putin mengatakan kekuatan teknologi adalah kunci utama untuk kelangsungan jangka panjang. Untuk itu, Rusia dan China akan meningkatkan kerja sama strategis di beberapa industri spesifik, termasuk teknologi.
"Dengan menyatukan sumber daya riset dan kapabilitas industri, Rusia dan China akan jadi pemimpin dunia dalam hal teknologi informasi, keamanan siber, dan kecerdasan buatan (AI)," kata Putin, dikutip dari TheRegister, Rabu (22/3/2023) seperti dilansir dari CNBC Indonesia.
Dalam dokumen kesepakatan, kerja sama kedua negara juga akan mencakup ekonomi digital, ekonomi rendah karbon (low-carbon), Internet of Things (IoT), serta menguatkan jaringan 5G.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Meski terdengar ambisius, namun kedua negara diketahui tidak memiliki sekutu sebanyak AS. Hal ini bisa menjadi kendala untuk mencapai tujuan 'menguasai dunia'.
Sebagai tahap awal, China dan Rusia akan saling membantu dalam mewujudkan inisiatif teknologi di masing-masing negara. China melalui 'Global Data Security Initiative' dan Rusia melalui 'International Information Security Convention'.
Putin dan Xi juga memberikan sinyal akan menyetujui inisiatif keamanan siber PBB dalam gerakan 'United Nations Open Working Group on Security in the Use of Information and Communications Technology 2021-2025'.
Kesepakatan dalam hal keamanan siber ini bisa dibilang membawa angin segar bagi dunia global. Pasalnya, Rusia dan China selama ini digadang-gadang sebagai sumber serangan siber internasional.
Lebih lanjut, tertuang dalam dokumen tersebut sikap tegas Rusia dan China yang menolak gagasan demokrasi sebagai model pemerintahan yang superior.
"Kami menentang narasi yang bersifat munafik dari yang kerap disebut 'demokrasi melawan otoritarianisme'. Kami menentang penggunaan demokrasi dan kebebasan yang kerap dijadikan alasan untuk menekan negara lain," tertuang dalam dokumen kesepakatan.
Kesimpulannya, Rusia dan China akan bekerja sama dalam membangun sumber daya teknologi sebagai sumber pertahanan. Kendati mendukung program keamanan nasional PBB, namun kedua negara bersikukuh melawan demokrasi. [tum/cnbc]