WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui PT PLN (Persero) resmi menandatangani Mutual Expression of Intent Generation-Based Incentive Programme bersama Global Green Growth Institute (GGGI) di Paviliun Indonesia, Belém, Brazil, dalam rangkaian Conference of the Parties (COP30) pada Kamis (20/11/2025).
Kesepakatan ini menjadi langkah lanjutan dari perjanjian bilateral Indonesia–Norwegia, yang selama ini dikenal sebagai salah satu kerja sama transaksi karbon terbesar di bawah mekanisme Artikel 6 Paris Agreement dengan potensi reduksi emisi mencapai 12 juta ton CO₂e.
Baca Juga:
Listrik Bersih dari Tomohon: PLTP Lahendong Jadi Motor EBT Terbesar di Kawasan Timur Indonesia
Menteri Lingkungan Hidup RI Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa penandatanganan tersebut merupakan momentum penting yang memperkuat posisi Indonesia dalam memimpin implementasi perdagangan karbon di tingkat global.
Ia menyebut kerja sama ini menjadi tonggak baru dalam pengembangan perdagangan karbon internasional berbasis teknologi atau technology-based solutions, setelah sebelumnya Indonesia lebih banyak bergerak di sektor berbasis alam.
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq (kiri) bersama Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Andreas Bjelland Eriksen (kanan) menyaksikan penandatanganan Mutual Expression of Intent Generation-Based Incentive Programme yang dilakukan oleh Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi (kedua dari kiri), dan Direktur Eksekutif Global Green Growth Institute (GGGI), Sang-Hyup Kim (kedua dari kanan) di Paviliun Indonesia, Belém, Brazil dalam Conference of the Parties ke-30 (COP30) pada Kamis (20/11/2025).
Baca Juga:
Dorong Transisi Energi, PLN Targetkan 52,9 GW EBT dan Integritas Pasar Karbon Berbasis Global
“Hari ini kita mencapai titik penting yang menentukan capaian berikutnya dalam kerja sama Indonesia–Norwegia, serta menunjukkan kepada dunia bahwa kita mampu menjadi pemimpin dalam implementasi perdagangan karbon melalui skema Article 6 Paris Agreement,” ucap Hanif.
Hanif menjelaskan bahwa selama ini kedua negara fokus pada pendekatan Nature-Based Solutions (NBS) melalui skema Result-Based Contribution (RBC).
Dengan kerja sama yang baru diteken ini, Indonesia memperluas kiprahnya, membuktikan bahwa negara ini tidak hanya mampu menyukseskan perdagangan karbon berbasis NBS, tetapi juga siap menjalankan skema berbasis teknologi.