WahanaNews.co | Baru-baru ini, NASA memanfaatkan kecerdasan buatan untuk memprediksi 'kiamat lokal' di Bumi akibat amukan badai Matahari.Suar Matahari (solar flare) sudah berulang kali menghantam Bumi.
Melansir CNBC Indonesia, Selasa (16/5/2023) sebuah tim di NASA, menurut Science Alert, menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memperkirakan berbagai potensi ancaman badai surya ke Bumi.
Baca Juga:
2 Astronaut Terdampar di ISS, NASA Pastikan Mereka Baru Pulang Tahun Depan
Hasil perhitungan NASA, manusia di sebuah wilayah Bumi hanya punya waktu 30 lambat untuk bersiap.
Kenapa hanya 30 menit?
Menurut model NASA, 30 menit adalah perbedaan kecepatan cahaya dan waktu yang dibutuhkan oleh material yang terlontar dari Matahari sampai di permukaan Bumi.
Baca Juga:
NASA Berhasil Rekam Citra 'Lukisan' van Gogh di Langit Planet Jupiter
Lalu seberapa besar dampak badai Matahari di Bumi?
Sekitar 35 tahun yang lalu, misalnya, badai Matahari membuat kota Quebec di Kanada mati listrik selama berjam-jam.
Fenomena yang lebih dahsyat pernah terjadi di Carrington, Inggris - yang terkenal sebagai tempat latihan klub sepak bola Manchester United - sekitar 150 tahun yang lalu.
Jika peristiwa di Carrington terjadi pada era modern, infrastruktur listrik dan komunikasi bisa hancur lebur.
Bahaya solar flare sudah lama diketahui oleh ilmuwan. Mereka menggunakan acuan dampak suar surya ke planet lain dan melakukan pengamatan menggunakan berbagai satelit seperti ACE, Wind, IMP-8, dan Geotail.
Namun, dengan AI, kita bisa memperkirakan apa yang terjadi jika suar surya langsung menghantam Bumi.
Selain memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh suar surya menghantam Bumi, peneliti NASA juga menyusun prediksi dampak yang akan ditimbulkan oleh material Matahari ke penghuni Bumi.
Nama model yang digunakan oleh peneliti NASA lumayan keren, DAGGER yang artinya belati.
Teknologi saat ini membuat prediksi bisa makin cepat sehingga bisa meramal arah dan tingkat keparahan dampak badai matahari hanya dalam hitungan detik. AI juga mampu membuat prediksi baru setiap menit.
Algoritma sebelumnya, karena keterbatasan daya komputasi, membutuhkan waktu sangat panjang. Saking panjangnya, prediksi jadi sia-sia karena suar Matahari telanjur menghantam Bumi.
DAGGER juga cukup "sakti" karena mampu memprediksi lokasi di Bumi yang akan terimbas langsung oleh badai surya.
Kecepatan prediksi dan kemampuan pengolahan data yang jauh lebih besar membuat DAGGER menjanjikan untuk diterapkan sebagai sistem peringatan dini dari dampak badai Matahari.
Kini, perusahaan komunikasi dan infrastruktur listrik punya beberapa tahun untuk mengintegrasikan DAGGER ke sistem mereka jelan 2025.
Pada 2025, aktivitas Matahari akan diperkirakan mencapai puncaknya. Meskipun tidak sepenting sirene tornado atau tsunami, paling tidak DAGGER bisa menyelamatkan suatu kota dari kegelapan total.
[Redaktur: Alpredo]