Namun saat mikronekton mencoba berenang ke bawah dari permukaan, peneliti menemukan bahwa pegunungan vulkanik dan fosil terumbu karbonat yang terbentuk 60 juta tahun lalu menghentikan mikronekton untuk menyelam lebih dalam dari sekitar 500 meter.
Terperangkap oleh topografi, hewan mikroskopis ini malah menjadi sasaran predator yang lebih besar, mulai dari tuna, hiu, hingga ikan laut dalam lain yang berada di zona tersebut.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Dalam kapal selam bernama Omega Seamaster II, aquanauts menyaksikan ekosistem pertarungan predator dan mangsa di kedalaman laut.
Tim tidak hanya menghitung jumlah ikan yang banyak, mereka juga melihat keragaman yang luar biasa di wilayah tersebut.
Kapal selam mereka bahkan dapat menemukan beragam hiu, mulai dari hiu macan, hiu insang, hiu gulper, hiu martil bergigi, hiu sutra, hiu macan pasir, dan bahkan hiu semak duri yang relatif langka.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
"Mengapa ini terjadi? Apakah ini sesuatu yang spesifik pada 500 meter, apakah kehidupan ini semakin dalam, transisi apa ini, apa yang ada di sana, dan mengapa?" tanya Lucy Woodall ilmuwan kelautan dari Universitas Oxford, seperti dikutip dari Science Alert.
"Ini akan memungkinkan kita untuk memahami laut dalam dalam dengan lebih baik," imbuhnya.
Penemuan ini membuat para peneliti menyimpulkan jika ekosistem seperti ini ada di Maldives, maka kemungkinan akan ekosistem yang sama di pulau-pulau samudera lain yang memiliki struktur bawah laut yang serupa.