WahanaNews.co | Timo Duile, seorang pengamat politik dan juga antropolog di Jerman, mempelajari mitos Kuntilanak di Pontianak, Kalimantan Barat. Lalu, apa relevansi antara makhluk halus bernama kuntilanak dan Pontianak?
Pengamat politik sekaligus antropolog Jerman Timo Duile mempelajari animisme di Kalimantan Barat. Ia juga mencermati budaya Dayak dan cara pandang masyarakat Dayak terhadap alamnya.
Baca Juga:
Pemko Medan Gelar Seminar Pemanfaatan Sumur Laluan untuk Atasi Genangan Air Hujan
Timo melihat bagaimana mitos tentang kuntilanak jadi ikon di kota itu. Dalam pandangan Timo, Mitos Kuntilanak sangat penting dalam pembentukan Kota Pontianak.
Menurutnya, sebelum Kota Pontianak berdiri, daerah tersebut memiliki sungai Kapuas dan Landak yang menjadikan daerah tersebut sangat penting karena menjadi salah satu pusat perdagangan yang mengalir melalui sungai-sungai terpenting di Kalimantan.
Diungkapkan Timo, di daerah tersebut terdapat banyak bajak laut, dan juga ada sultan yang datang dengan rombongannya yang ingin mendirikan kota di sana, agar perdagangan lebih aman.
Baca Juga:
Wuling Motor Akui Fast Charging Bisa Pengaruhi ‘Kesehatan’ Baterai Kendaraan Listrik
"Namun orang-orang yang menemani sultan ketakutan, mereka tidak mau berlabuh, karena pada malam hari mereka selalu mendengar suara kuntilanak yang terdengar seram dan mengerikan," sebutnya
Mereka berpikir, sambung Timo, suara itu datang dari hantu yang bersemayam di pohon-pohon besar. Karena mereka berpikir rombongan hantu itu sebagai ancaman, Sultan lalu mengusir kuntilanak dengan meriam dan memotong semua pohon tinggi untuk dijadikan bahan pembangunan keraton dan masjid.
"Lalu, Kota Pontianak dibangun di wilayah itu,” demikian legenda yang diceritakan ulang Timo Duile, melansir Kompas.com, yang mengutip sumber DW Indonesia.
Sebenarnya, dosen Universitas Bonn, Jerman, ini sendiri tidak percaya dengan eksistensi hantu, "Namun sebagai antropolog saya harus mengakui bahwa legenda itu ada dan penting bagi masyarakat yang saya teliti."
"Saya juga sangat tertarik dengan bagaimana gagasan tentang animisme berubah, bagaimana masuknya Islam, namun animisme tidak hilang. Hanya saja kuntilanak dipikirkan dengan cara pandang yang baru," paparnya.
Perubahan sosial terkait hal itu yang menurut Timo Duile merupakan hal yang sangat menarik baginya.
"Misalnya konsep bahwa ada ‘penunggu‘, bahwa ada roh atau makhluk halus yang tinggal misalnya di pohon, di batu besar, di sumber air, sering sekali ada kisah semacam itu di Kalimantan dan juga di tempat lain."
"Dalam paham animisme, biasanya orang di suatu tempat ‘bisa punya hubungan dengan roh itu', secara ritual, atau bisa berkomunikasi melalui mimpi," demikian dijelaskan Timo.
Menurut Timo, arwah tersebut adalah manusia yang tidak bisa dilihat. Tapi selama orang-orang memiliki hubungan baik dengan roh selama ritual dan memiliki hubungan baik dengan dunia halus, roh-roh itu dapat dianggap sebagai orang yang membantu melawan penyakit tanaman, misalnya, kata Timo.
Timo memaparkan, dalam mitos kuntilanak, makhluk halus itu diusir olehmanusia, sehingga terjadilan perubahan sosial.
"Hubungannya kemudian jadi berubah. Sebenarnya manusia juga mendapatkan kebebasan, selama kuntilanak jauh, manusia tidak takut lagi bahwa penunggu atau hantu itu mengganggu."
"Di sisi lain, hal itu juga membuat kuntilanak dipandang jadi hantu yang kejam, berbahaya, yang harus ditakuti manusia di wilayah yang sungguh dianggap "berada”, dan belajar untuk takut dengan hantu."
Menurutnya, hantu itu sekarang jadi makhluk halus sulit dikontrol lagi dengan ritual atau ahli. Jadi hantu itu harus diusir. Dia kini tak lagi dianggap bagian dari masyarakat..
Sementara itu, Syahraini, warga Pontianak, menganggap kuntilanak tak lebih dari mitos. Meski begitu, ia mengakui kisah kuntilanak itu melekat di kotanya.
Wartawan Pontianak Post ini juga sangat kenal dengan cerita rakyat bagaimana asal usul pendiri Pontianak dulu sering diganggu kuntilanak dalam perjalanannya.
"Sampai saat ini belum ada penampakan yang pernah aku lihat. Mungkin indera keenamku tidak tajam. Jadi bersyukur sekali saya tak pernah lihat," ujar Syahraini."Saya lebih takut pada manusia jahat," tambahnya, melansir Kompas.com.
Menurut Timo Duile, sebenarnya bisa dikatakan bahwa kuntilanak itu bagian dari masyarakat,
"Bahkan bagian dari kita semua, dari kita sendiri yang kita usir. Bukan menjadi bebas, tapi juga mendatangkan rasa ketakutan. Tidak hanya di Pontianak, tapi di seluruh Indonesia, ada banyak kisah-kisah kuntilanak,” tambahnya.
Di Malaysia, hantu yang dimaksud disebut dengan kata Pontianak.
Timo menyebut orang Malaysia mengira itu adalah hantu asli mereka. Konsep hantu itu, ada di wilayah Melayu, di Kalimantan, di Sumatera, di Malaysia dan itu dianggap hantu yang kejam, berbahaya, bagi perempuan yang hamil atau yang baru melahirkan.
Tetapi kemudian banyak orang berpikir jika mereka muslim yang baik, ada suara azan, ada lampu, maka kuntilanak akan menjauh. Intinya, kuntilanak itu dianggap sebagai lawan modernitas.
"Dia sesuatu yang bisa dilawan dengan agama, dengan listrik, dengan semua hal yang modern. Dan tempatnya sekarang ini adalah di pedalaman," pungkas Timo. [ast/eta]