WahanaNews.co, Jakarta - Procrastination atau prokrastinasi merujuk pada kebiasaan menunda-nunda pekerjaan atau tugas.
Beberapa peneliti mengartikan prokrastinasi sebagai kegagalan dalam mengatur diri yang ditandai dengan penundaan dalam menyelesaikan pekerjaan, meskipun hal tersebut dapat membawa dampak negatif.
Baca Juga:
Malas Masuk Kerja, Tahun 2023 Dua Jaksa di Sulsel Dipecat
Joseph Ferrari, seorang profesor psikologi di DePaul University, Chicago, menyatakan bahwa sekitar 20 persen dari orang dewasa di Amerika Serikat mengalami prokrastinasi kronis.
Pemicu kebiasaan menunda pekerjaan
Menurut Fuschia Sirois, seorang profesor psikologi di Universitas Durham, Inggris, esensi dari menunda-nunda pekerjaan adalah untuk menghindari melaksanakan tugas tersebut.
Baca Juga:
Tips Simpel dan Ampuh Mengatasi Bad Mood
Sebenarnya, daripada melakukan tugas itu sendiri, sering kali emosi yang terkait dengan tugas tersebut menjadi pemicu seseorang menunda atau menghindarinya.
Sirois menjelaskan bahwa prokrastinasi merupakan bentuk penundaan yang tidak perlu dan dilakukan secara sukarela, artinya, perilaku ini tidak disebabkan oleh kebutuhan seseorang untuk memprioritaskan tugas lain atau oleh keadaan darurat yang tidak terduga.
Seorang individu dapat terus menunda pekerjaan meskipun menyadari bahwa tugas tersebut memiliki pentingnya atau bernilai bagi dirinya dan orang lain, dan dia juga mengetahui bahwa menunda pekerjaan tersebut dapat merugikan dirinya sendiri serta orang lain.
1. Sulit mengelola emosi
Sirois menyatakan bahwa orang yang cenderung menunda-nunda pekerjaan sering mengalami kesulitan dalam mengelola dan mengendalikan emosi.
Dalam sebuah studi pencitraan otak pada tahun 2021, Sirois dan tim penelitinya menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki volume materi abu-abu lebih tinggi di korteks prefrontal dorsolateral kiri, suatu area otak yang berhubungan dengan pengendalian diri, lebih rentan terhadap kebiasaan menunda-nunda pekerjaan dibandingkan dengan rekan-rekan mereka.
Semakin banyak koneksi saraf antara wilayah otak ini dan daerah frontal, semakin baik siswa dalam mengatur emosi negatif, sehingga mereka lebih mampu fokus pada manfaat jangka panjang dan tetap berkomitmen untuk menyelesaikan tugas.
Di sisi lain, peserta studi yang memiliki kurangnya koneksi antar area tersebut lebih cenderung untuk menunda-nunda tugas.
Kesulitan dalam mengatur emosi sebagian dapat menjelaskan mengapa orang dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (ADHD) lebih mungkin memiliki kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaan.
2. Faktor genetik
Lebih rinci, Sirois menyampaikan bahwa sebagaimana halnya dengan ciri kepribadian lainnya, terdapat beberapa dasar biologis yang terkait dengan prokrastinasi.
Penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaan berhubungan dengan impulsifitas pada tingkat genetik, dan kemungkinan merupakan sifat yang dapat diwariskan.
Sirois juga setuju bahwa kemungkinan terdapat beberapa faktor genetik yang menjadi dasar prokrastinasi, namun, hal tersebut tidak mengindikasikan bahwa seseorang tidak dapat mengubah atau mengatasi sifat tersebut.
3. Faktor lingkungan
Selanjutnya, faktor lingkungan memiliki peranan yang sama pentingnya dalam membentuk respons kita terhadap tugas-tugas yang kurang menyenangkan.
Bahkan seseorang yang biasanya tidak memiliki kecenderungan menunda-nunda dapat terjerumus dalam kebiasaan tersebut jika mereka berada dalam situasi yang melelahkan dan tidak nyaman, seperti menghadapi kematian anggota keluarga.
Meskipun begitu, tindakan menunda-nunda dapat meningkatkan tingkat stres dengan meninggalkan tugas-tugas yang membebani, dan ini dapat memicu sebuah siklus yang dapat merugikan kesehatan mental, merugikan kinerja akademis, atau bahkan dapat menimbulkan masalah keuangan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]