WahanaNews.co | Perang antara Rusia dengan Ukraina dikhawatirkan akan memicu perang nuklir.
Perang nuklir berpotensi terjadi jika negara barat membantu Ukraina secara militer.
Baca Juga:
Soal Invasi Rusia, Dmitry Medvedev: Ada Kemungkinan Perang Nuklir
Perang nuklir antar negara ini dapat memicu 'nuclear winter' yang memiliki dampak berkepanjangan.
Nuclear winter merupakan fenomena yang menggambarkan dampak iklim jangka pendek dan jangka panjang dari perang nuklir.
Fenomena ini disebut dapat menyebabkan lebih banyak orang tewas dibandingkan dari dampak langsung perang nuklir saat konflik terjadi.
Baca Juga:
Pakar Inggris: Jika Tembakkan Nuklir, Rusia Akan Tamat
Sebuah studi pada 2014 menyatakan perang nuklir dalam lingkup 'kecil' bahkan dapat menimbulkan kepulan asap yang menghalangi sinar Matahari ke Bumi.
Tutupan asap akan membuat suhu Bumi berubah menjadi sangat dingin, mencapai titik terdingin sejak zaman es.
Kepulan asap disebut akan bertahan bertahun-tahun di stratosfer dan menyebabkan suhu permukaan Bumi tetap dingin selama lebih dari 25 tahun.
Fenomena ini disebabkan oleh inersia termal dari pendinginan air laut dan pantulan sinar Matahari kembali ke angkasa oleh es laut yang meluas.
Efek dari 'musim dingin nuklir' ini disebut mirip dengan yang terjadi pada Bumi setelah letusan gunung berapi Tambora di Indonesia pada 1815.
Saat itu erupsi gunung berapi Tambora memicu 'Tahun Tanpa Musim Panas' pada 1816 di Belahan Bumi Utara.
Selama tahun tersebut, embun beku bahkan muncul saat musim panas di New England dan mengganggu pertanian wilayah tersebut.
Selain itu, cuaca yang sangat dingin dan basah di Eropa juga memicu kegagalan panen yang meluas, mengakibatkan kelaparan dan keruntuhan ekonomi.
Dilansir dari Weather, efek 'musim dingin' dari letusan gunung berapi hanya berlangsung selama satu tahun.
Namun dampak musim dingin dari perang nuklir bisa berlangsung selama lima hingga sepuluh tahun.
Dampak tersebut dapat berakibat satu dekade tanpa musim panas dan lebih dari satu dekade hasil panen yang terganggu.
Pada Senin (28/2), Kementerian Pertahanan Rusia mengonfirmasi status siaga tempur dari unit daratnya yang dilengkapi dengan rudal balistik antarbenua serta kapal dari Armada Utara dan Pasifik.
Selain itu, Presiden Rusia Vladimir Putin juga telah menempatkan pasukan pencegah nuklir negaranya dalam status siaga 'khusus' pada Minggu (27/2). [bay]