WAHANANEWS.CO, Jakarta - Bagi sebagian besar masyarakat, istilah air pegunungan sering diartikan sebagai air yang mengalir langsung dari sumber mata air di permukaan pegunungan, jernih dan alami.
Namun, kenyataan di balik label tersebut ternyata jauh lebih kompleks dan ilmiah daripada sekadar aliran air dari bebatuan gunung.
Baca Juga:
Dedi Mulyadi Klarifikasi Isu Dana Mengendap Rp4,1 Triliun: Uang Kas, Bukan Deposito
Hal inilah yang sempat disoroti Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi (KDM) saat melakukan kunjungan ke pabrik Aqua di Subang beberapa waktu lalu.
Dalam kunjungan itu, Dedi menanyakan secara langsung kepada pihak perusahaan mengenai asal air yang digunakan dalam proses produksi.
“Saya sempat mengira bahwa Aqua memanfaatkan air mata air pegunungan sebagaimana yang sering digambarkan dalam iklan. Namun kenyataannya berbeda. Artinya di dalam pikiran saya bahwa airnya adalah air mata air. Karena namanya air pegunungan kan? Tapi kenapa dibor,” ujar Dedi Mulyadi.
Baca Juga:
Dedi Mulyadi Ancam Copot Pejabat yang Sembunyikan Fakta Dana Rp4,1 Triliun APBD Jabar
Menanggapi hal itu, pakar hidrogeologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Lambok M. Hutasoit, menjelaskan bahwa istilah air pegunungan yang digunakan oleh industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) tidak berarti air permukaan yang muncul langsung di mata air gunung.
Menurut Prof Lambok, air pegunungan yang dimaksud adalah air yang bersumber dari sistem akuifer bawah tanah di daerah pegunungan, hasil proses alami dari air hujan yang meresap ke dalam lapisan tanah dan mengalir menuju reservoir bawah tanah.
“Jadi bukan air sungai atau air permukaan, tetapi air yang telah melalui proses alami penyaringan di dalam tanah,” ujarnya.