WAHANANEWS.CO - Pemanasan global kian mendekati ambang berbahaya setelah para ilmuwan memperkirakan suhu Bumi akan melonjak lebih dari 1,4 derajat Celsius di atas level praindustri pada tahun depan akibat penggunaan bahan bakar fosil yang terus berlanjut dan memicu cuaca ekstrem.
Badan Meteorologi Inggris memprediksi suhu global pada 2026 akan berada di kisaran 1,34 hingga 1,58 derajat Celsius lebih panas dibandingkan rata-rata periode 1850–1900.
Baca Juga:
Siklon Tropis Senyar Gulung Sumut: Akses Putus, Evakuasi Dipercepat, Cuaca Masih Berbahaya
Lembaga tersebut juga memperkirakan 2026 akan tercatat sebagai salah satu tahun terpanas sejak pencatatan modern dimulai pada 1850.
Karbon yang menyelimuti atmosfer Bumi akibat pembakaran bahan bakar fosil dinilai telah memperparah cuaca ekstrem dan meningkatkan risiko kritis yang berpotensi memicu bencana di berbagai wilayah.
"Tiga tahun terakhir kemungkinan besar telah melampaui 1,4 derajat Celsius, dan kami memperkirakan 2026 akan menjadi tahun keempat berturut-turut yang melampaui batas ini," kata ilmuwan iklim Met Office, Adam Scaife, Kamis (18/11/2025).
Baca Juga:
AHY Dorong Konsep Build Back Better untuk Infrastruktur Indonesia Pasca Bencana
"Sebelum lonjakan ini, suhu global sebelumnya tidak pernah melampaui 1,3 derajat Celsius," ujarnya menambahkan.
Dalam Perjanjian Paris yang disepakati satu dekade lalu, para pemimpin dunia berjanji membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius.
Karena target tersebut diukur berdasarkan rata-rata 30 tahun, pencapaiannya secara fisik masih mungkin meskipun pada bulan atau tahun tertentu suhu global sempat melampaui ambang batas tersebut.
"Tahun 2024 mencatat pelampauan sementara pertama 1,5 derajat Celsius, dan perkiraan kami untuk 2026 menunjukkan hal ini mungkin terjadi lagi," kata ilmuwan iklim Met Office lainnya, Nick Dunstone.
"Ini menyoroti betapa cepatnya kita kini mendekati target 1,5 derajat Celsius Perjanjian Paris," ujarnya.
Sebelumnya, para ilmuwan Uni Eropa menyebut 2025 hampir dipastikan menjadi tahun terpanas kedua atau ketiga dalam sejarah pencatatan suhu global.
Temuan tersebut mengonfirmasi proyeksi Organisasi Meteorologi Dunia yang dirilis pada November lalu.
Menurut catatan layanan perubahan iklim Eropa Copernicus, suhu global rata-rata dari Januari hingga November tahun ini meningkat sekitar 1,48 derajat Celsius di atas level praindustri.
Penelitian itu menemukan anomali suhu yang identik dengan 2023, yang tercatat sebagai tahun terpanas kedua dalam sejarah.
Pada tahun lalu, Met Office memprediksi suhu global 2025 akan berada pada kisaran 1,29 hingga 1,53 derajat Celsius di atas level praindustri.
Variasi alami seperti fenomena El Nino turut mendorong lonjakan suhu global pada 2023 dan 2024 sebelum digantikan kondisi pendinginan lemah La Nina pada 2025.
Fluktuasi tersebut terjadi di tengah meningkatnya emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik, kendaraan bermotor, dan sistem pemanas, serta kerusakan alam yang seharusnya menyerap karbon dari atmosfer.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam laporan Oktober lalu mencatat kadar karbon dioksida di atmosfer melonjak ke level tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Selain pembakaran bahan bakar fosil yang terus berlangsung dan meluasnya kebakaran hutan, para ilmuwan juga mengkhawatirkan kemampuan penyerap karbon alami Bumi yang dinilai mulai melemah.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]