WAHANANEWS.CO, Jakarta - Perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam beberapa tahun terakhir telah membawa perubahan besar di berbagai sektor industri dan dunia kerja.
Kecanggihan AI dalam menjalankan berbagai tugas secara otomatis kini menjadi tantangan tersendiri bagi banyak profesi yang sebelumnya tidak tergantikan.
Baca Juga:
Akun Gmail Jadi Sasaran Peretasan, Begini Cara Mengetahuinya
Tak sedikit lapangan pekerjaan yang mulai tergeser karena meningkatnya efisiensi dan kecepatan yang ditawarkan oleh sistem berbasis AI.
Otomatisasi yang didorong oleh AI tak hanya berdampak pada pekerjaan manual atau operasional, tapi juga mulai merambah ke profesi berbasis pengetahuan (knowledge-based jobs).
Profesi yang memerlukan kemampuan analisis, pemrosesan informasi, hingga pengambilan keputusan logis kini menghadapi risiko semakin besar untuk digantikan oleh algoritma pintar.
Baca Juga:
Maraknya Belanja Daring Dorong Pentingnya Perlindungan Konsumen di Era Digital
Ironisnya, pekerjaan yang selama ini dianggap lebih "cerdas" dan prestisius justru dianggap lebih rentan terdampak otomatisasi, terutama jika peran tersebut bergantung pada data, logika, dan pola hal-hal yang kini bisa diproses AI dalam hitungan detik.
Pekerjaan yang mengandalkan selera, intuisi manusia, dan penilaian kontekstual pun tak luput dari tantangan serupa.
Meski begitu, tak semua pekerjaan berada dalam bahaya tergantikan oleh teknologi ini.
Berdasarkan rangkuman dari berbagai sumber, masih terdapat sejumlah profesi yang dianggap lebih tahan terhadap gelombang otomatisasi AI, terutama karena sifatnya yang kompleks secara emosional dan sosial, serta keterlibatan langsung dengan manusia dalam kondisi nyata.
Berikut beberapa bidang pekerjaan yang dinilai masih relatif aman dari ancaman penggantian oleh AI:
1. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Menurut pakar karier Cenedella, profesi yang mengharuskan pemahaman emosional, empati, dan kebijaksanaan manusia masih sulit digantikan oleh kecerdasan buatan.
“Pekerjaan yang mengandalkan pengetahuan dan kebijaksanaan belum digantikan AI. Terutama pekerjaan di bidang pelayanan kesehatan dan sosial,” jelasnya.
Profesi seperti perawat, terapis, pekerja sosial, dan dokter masih memerlukan sentuhan manusia yang tidak dapat diimitasi oleh teknologi, karena mereka melibatkan interaksi kompleks dengan pasien yang memiliki latar belakang dan kondisi unik.
2. Bidang Hukum
Meski AI sudah mulai digunakan untuk mendukung pekerjaan administratif dalam bidang hukum, seperti analisis dokumen atau riset hukum, profesi inti seperti pengacara masih relatif aman.
“Pekerjaan lain yang tahan AI yakni di bidang hukum. Meskipun paralegal dan asisten hukum mungkin merasa otomatisasi mengurangi pekerjaan mereka, pengacara tetap aman,” kata Cenedella.
Hal ini karena pekerjaan pengacara tak hanya soal menerapkan hukum, tetapi juga membaca situasi, bernegosiasi, menyusun argumen, dan memahami konteks sosial-politik yang kompleks hal-hal yang belum bisa dikerjakan AI secara akurat.
3. Layanan Tanggap Darurat
Salah satu kategori pekerjaan yang diperkirakan akan tetap relevan meskipun teknologi semakin canggih adalah layanan tanggap darurat.
Profesi seperti petugas pemadam kebakaran, penyelamat, atau penjaga pantai mengandalkan kecepatan, ketangguhan fisik, dan pengambilan keputusan dalam kondisi darurat yang dinamis.
“Selain itu, ada pekerjaan tanggap darurat yang tahan terhadap AI.
Misalnya seperti penyelamat penjaga pantai hingga petugas pemadam kebakaran,” ujarnya.
Kondisi kerja yang tidak dapat diprediksi dan memerlukan respon manusia secara instan membuat profesi ini sulit untuk digantikan mesin.
Perlu dicatat bahwa ketahanan terhadap AI bukan berarti pekerjaan tersebut tidak akan menggunakan teknologi sama sekali.
Justru sebaliknya, dalam banyak kasus, AI mulai digunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan efisiensi kerja, membantu analisis data, atau mempercepat proses administratif.
Namun, peran utama tetap berada di tangan manusia yang mengendalikan dan memutuskan.
Ke depan, dunia kerja akan semakin dipengaruhi oleh keberadaan teknologi cerdas.
Oleh karena itu, penting bagi setiap individu dan profesional untuk meningkatkan kompetensi emosional, keterampilan sosial, serta adaptasi terhadap teknologi agar tetap relevan di era digital yang terus bergerak maju.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]