WahanaNews.co | Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang tersangka terkait perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PT Asabri.
Dua di antaranya adalah mantan Dirut Asabri, yakni Adam
Rachmat Damiri dan Sonny Widjaja.
Baca Juga:
Kasus Asabri, Kuasa Hukum Adam Damiri: Dissenting Opinion Pertimbangan Banding
"Jampidsus Kejagung memeriksa 10
orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan Tipikor pada PT Asabri. Dari 10
orang yang diperiksa hari ini, 8 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka
dalam perkara tersebut," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan
Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, saat konferensi pers di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta
Selatan, Senin (1/2/2021).
Delapan orang yang ditetapkan sebagai
tersangka itu
masing-masing mantan Dirut PT Asabri pada periode berbeda, yakni Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri dan Letjen (Purn) Sonny Widjaja; lalu BE selaku
mantan Direktur Keuangan PT Asabri, HS selaku Direktur PT Asabri, IWS selaku
Kadiv Investasi PT Asabri, Lukman Purnomosidi (LP) selaku Dirut PT Prima Jaringan, serta Benny Tjokrosaputro (BTS) dan Heru Hidayat (HH) yang juga berstatus terdakwa
pada kasus Jiwasraya.
Usai ditetapkan sebagai tersangka,
mereka langsung dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 1 Februari 2021 sampai dengan 20 Februari 2021.
Baca Juga:
Sidang Dugaan Korupsi PT ASABRI, 1 WN Malaysia Dimintai Keterangan
"Sementara untuk dua orang
lainnya, yaitu BTS selaku Direktur PT Hanson Internasional, kedua
tersangka HH selaku Direktur PT Trada Alam Mineral dan Direktur PT
Maxima Integral, karena kedua tersangka ini berstatus
sudah terdakwa dalam perkara lain, sehingga tidak dilakukan penahanan dan yang
bersangkutan masih dilanjutkan penahanan dalam proses terdahulu,"
sambungnya.
Dia menjelaskan, tahun 2012 sampai
dengan 2019, antara Direktur
Investasi dan Keuangan serta Kadiv Investasi PT
Asabri telah melakukan kesepakatan dengan pihak luar PT Asabri.
"Pada tahun 2012 sampai dengan
2019, Dirut serta Direktur Investasi dan Keuangan, juga Kadiv Investasi PT Asabri Persero,
bersama-sama telah melakukan kesepakatan dengan pihak di luar PT
Asabri Persero yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer
investasi, yaitu HH, BTS, dan LP," jelasnya.
"Untuk membeli atau menukar saham
dalam portofolio PT Asabri Persero, dengan saham-saham milik HH, BTS dan LP
dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi dengan tujuan agar kinerja
portofolio PT Asabri Persero terlihat seolah-olah baik," sambungnya.
Selanjutnya, setelah saham-saham
tersebut menjadi milik PT Asabri, kemudian
saham-saham tersebut dikendalikan oleh HH, BTS, dan LP
berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi PT Asabri.
"Sehingga, seolah-olah saham
tersebut bernilai tinggi dan liquid.
Padahal, transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan
menguntungkan pihak HH, BTS dan LP, serta merugikan investasi atau keuangan PT
Asabri Persero," ungkapnya.
"Karena menjual saham-saham dalam
portofolio dengan harga di bawah harga perolehan saham-saham tersebut untuk menghindari kerugian investasi PT Asabri,
maka saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan ditransaksikan atau
dibeli kembali oleh nomine HH, BTS, dan LP serta ditransaksikan atau dibeli
kembali oleh PT Asabri Persero, melalui reksadana yang dikelola oleh MI yang
dikendalikan oleh HH dan BT," tambahnya.
Seluruh kegiatan investasi PT Asabri,
papar Eben, pada kurun waktu 2012-2019 tidak dikendalikan oleh PT Asabri
Persero. Namun sepenuhnya dikendalikan oleh HH, BTS dan LP.
"Saat ini, kerugian keuangan
negara sedang dihitung oleh pihak BPK. Namun penyidik untuk sementara telah
menghitung kerugian negara sementara sebesar Rp 23.739.936.916.742,58 atau sekitar Rp 23,7 triliun,"
sebutnya.
Dalam hal ini, Pasal yang diterapkan
yaitu Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU 20 tahun 2001
tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo
Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31 tahun 1999
tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU
20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Selama pemeriksaan dan para
tersangka telah dilakukan pemeriksaan dengan memperhatikan prokes, telah
dilakukan tes antigen dan dilakukan pemeriksaan kesehatan dan seluruh tersangka
tadi yang dilakukan penahanan dalam keadaan sehat. Sehingga dapat dilakukan
penahanan pada malam hari ini," pungkasnya. [dhn]