WahanaNews.co | Amnesty International Indonesia menilai penetapan tersangka terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam kasus dugaan pencemaran nama baik, menunjukkan watak negara yang tertutup dalam menanggapi kritik rakyatnya.
Direktur Eksekutif Lokataru yang juga aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
"Menetapkan mereka sebagai tersangka hanya karena mendiskusikan temuan dalam laporan tersebut merupakan bentuk tekanan terhadap ekspresi kritik warga, termasuk pembela hak asasi manusia. Justru penetapan itu malah memperlihatkan kurangnya keterbukaan negara dalam menanggapi kritik," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, kepada Wartawan, Sabtu (19/3/2022).
Haris dan Fatia ditetapkan sebagai tersangka atas tindak lanjut dari proses laporan polisi tertanggal 22 September 2021 yang dilayangkan oleh Luhut berkaitan dengan video yang terdapat dalam kanal Youtube Haris Azhar yang berjudul, Ada Lord Luhut di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga ada!!
Video dimaksud tengah mendiskusikan temuan berdasar pada hasil riset Koalisi Masyarakat Sipil yang berjudul, Ekonomi Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya.
Baca Juga:
RSUD Cengkareng Gelar FKP, Paparkan Pengembangan Pelayanan Kesehatan
Video tersebut mengungkap fakta penting bahwa pejabat publik mencampurkan antara bisnis dan jabatannya. Salah satu hal yang paling dilarang dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).
Pertanyakan Jaminan Negara Atas Kebebasan Berekspresi
Usman menyayangkan adanya kejadian ini. Dia pun mempertanyakan jaminan pemerintah terhadap hak berpendapat warga negaranya.
"Kejadian seperti ini juga kembali membuat kami mempertanyakan jaminan negara terhadap hak masyarakat atas kebebasan berekspresi.
Menekan aktivis dengan tindakan hukum hanya karena sebuah diskusi terkait seorang menteri jelas menggerus kebebasan berekspresi dan berpotensi menciptakan efek gentar yang dapat membuat orang lain enggan mengungkapkan kritik terhadap pihak berkuasa," tekan dia.
Apalagi menurut Usman, diskusi Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di YouTube dilakukan berdasarkan laporan yang dikeluarkan gabungan organisasi masyarakat sipil yang melakukan kajian terhadap faktor-faktor yang memicu pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Dan itu adalah sesuatu yang sah dan tidak boleh dipidanakan. [afs]