WahanaNews.co | Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Salim Segaf Aljufri bicara buka-bukaan terkait nasib partainya di tengah isu pembahasan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024 sudah mulai hangat.
PKS sendiri sudah bulat memutuskan untuk mengusung Salim, yang kemudian dikenalkan ke masyarakat sebagai Dr Salim sebagai tokoh nasional atau capres di 2024 dalam musyawarah Majelis Syura IV pada 30 Juni 2021.
Baca Juga:
DJP Kalbar Fokus Maksimalkan Penerimaan Pajak Sektor Perkebunan untuk Meningkatkan Pendapatan Negara
Menurut Salim, sebagai partai politik, partainya harus percaya diri mengusung capres dari kader atau internal partai di pilpres mendatang. Salim kemudian mengaku saat pemilu 2019 lalu, banyak pihak yakin PKS tak akan lolos. Namun hal itu terbantahkan karena PKS memperoleh suara di atas 8 persen.
Berangkat dari fakta itu, Salim menegaskan siap turun gunung untuk menguji elektabillitasnya. Namun jika elektabilitasnya sebagai capres tidak naik, PKS diklaim akan realistis untuk mengusung kader lain sebagai tokoh nasional atau capres.
"PKS tetap realistis. Saya dikasih tenggat sampai Desember tahun ini. Kalau elektabilitas tidak naik ya ganti kader yang lain," seloroh Salim saat berbincang dengan wartawan di bilangan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (29/10).
Baca Juga:
Wakil Baleg DPR: Periode Ini Harus Ada Pemekaran Daerah
Salim kembali menggarisbawahi PKS bukan merupakan partai yang memaksa untuk mengusung presiden atau ketua umumnya menjadi capres.
"PKS semudah itu kok, kalau ada kader yang lebih populer itu yang akan kita banyak yang kaget juga yang dengar sistem di partai kita begitu," ungkapnya.Lirik Capres di Luar Partai
Sejumlah nama capres cawapres sudah mulai memanas dalam beberapa waktu belakangan. Di internal PDIP sendiri sudah ada nama Puan Maharani dan Ganjar Pranowo. Sementara Golkar mengusung Ketua Umum Airlangga Hartarto. Adapun Gerindra, nama Prabowo Subianto kembali mengemuka. Di PKB muncul Muhaimin Iskandar.
Adapun capres muda lain yang semakin menguat dan sudah muncul relawannya adalah Anies Baswedan hingga Ridwan Kamil (Emil).
Menurut Salim nama-nama tersebut sudah masuk ke dalam agenda PKS untuk ditemui dalam rangka menjajaki pilpres 2024. Pasalnya dengan adanya batas ambang suara pemilu, membangun koalisi adalah kunci. Sejauh ini diakui Salim, baru Gubernur Jawa Barat Emil yang menemui PKS untuk bicara pilpres 2029.
"Baru RK yang ketemu bicara capres. Itu tandanya komunikasi PKS juga terbuka dengan calon yang diusung partai lain," kata Salim.
Dalam waktu dekat, Salim akan menemui Gubernur Yogyakarta Sultan Hamengkubuwono X. Setelah itu, Salim juga akan menemui Ganjar yang saat ini masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Atas dasar itu menurut Salim, PKS masih belum mau terburu-buru menentukan dengan siapa PKS akan berkoalisi atau mengusung capres tertentu.
"Nanti tahun pertengahan 2022 atau awal 2023 baru panas," kata Salim
Tak Mau Anies
Sementara itu, Salim membantah bahwa PKS punya kecondongan untuk kembali mendukung Anies Baswedan. Beberapa tokoh Islam ataupun lembaga survei menyebut PKS merupakan salah satu parpol yang paling mungkin mengusung Anies di pilpres 2024.
Salim menegaskan dukungan PKS ke Anies hanya untuk Pemillihan Gubernur atau Pilgub DKI 2017 lalu. Sementara untuk pilpres 2024, PKS tetap mengutamakan kader sendiri.
"Jangan kaitkan Anies dengan PKS. Tidak ada dukungan untuk Anies kalau untuk Pilpres 2024. Itu di Pilgub saja," tegas Salim.
Salah satu pekerjaan rumah besar Salim yang sudah dimandatkan partai menjadi tokoh nasional adalah merubah stigma PKS yang dilabeli sebagai partai wahabi atau Islam konservatif.
Ia tak menampik isu radikal sudah dilekatkan ke PKS selama belasan tahun dengan tujuan agar masyarakat tak memilih PKS. Ia pun mengaku salah satu kunci untuk menghilangkan stigma itu dengan perbanyak silaturahim dan dialog.
Cara itu, diklaim Salim terbukti efektif. Hal itu menurut dia sudah dilakukan sejak menjabat sebagai Menteri Sosial Kabinet Indonesia Bersatu II atau di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kala itu, Salim menjelaskan bahwa PKS partai semua kalangan.
Belakangan ia juga kerap bertemu kiai-kiai di daerah dan mendapatkan respons positif bahwa stigma PKS sudah hilang. Salah satunya sudah banyak kiai yang melihat bahwa PKS juga menggelar maulid Nabi Muhammad hingga tahlilan.
"Ada juga Kiai yang bilang gimana bilang PKS Wahabi, kan ada habib di dalamnya. Makanya perlu dialog, siapa yang menuding PKS kita temui, ajak diskusi, nanti juga pasti sadar PKS radikalnya sebelah mana," ungkap pria kelahiran Solo, 17 Juli 1954 itu.
Selain itu, cara lain yang akan dilakukan Salim adalah merangkum generasi milenial atau Z yang jumlahnya masih di atas 40 persen. Pemilih muda itu menurut Salim masih berstatus swing voter atau belum menentukan pilihan dan tidak mengenal money politics.
PKS kata dia sedang menyiapkan isu yang melekat dengan anak muda seperti perubahan iklim hingga industri kreatif, bukan lagi tarbiyah. Gerakan tarbiyah yang digunakan PKS memang efektif menjaring kader-kader mudanya dari berbagai kampus.
"Jadi kalau sistem tarbiyah sudah kita tinggalkan. Generasi Z sekarang lebih banyak di media sosial," kata Salim.
Terakhir, Salim juga menekankan demi merubah stigma, PKS juga akan terbuka untuk berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di bawah pimpinan Megawati Soekarnoputri di pilpres 2024.
"Kita mau koalisi dengan PDIP. Cuma pertanyaannya PDIP mau enggak? Jadi pintu PKS terbuka untuk siapapun," tutup Salim. [dhn]