WahanaNews.co | Kuasa hukum Partai Demokrat kubu Moeldoko, Yusril Ihza Mahendra, mengaku gembira atas penunjukan Hamdan Zoelva sebagai pengacara Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk melawan judicial review AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 ke Mahkamah Agung.
Menurut Yusril, penunjukan Hamdan ia ibaratkan seperti jeruk makan jeruk.
Baca Juga:
BREAKING NEWS: Donald Trump Menangkan Pilpres AS 2024
Jeruk makan jeruk yang dimaksud Yusril adalah penyelesaian masalah dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari kubu yang sama.
Sehingga, kata dia, hasilnya bisa objektif bisa subjektif.
Yusril pun menilai, Hamdan adalah orang profesional dan objektif.
Baca Juga:
JOGI-MA Terima Surat Dukungan Ikatan Pemuda Karya di Pilkada Dairi 2024
Pikirannya jernih dan jauh dari sikap emosional.
"Kader-kader PBB umumnya cerdas dan profesional, apalagi menangani soal-soal hukum. Mereka nggak cengengesan menangani kasus hukum," kata Yusril.
"Tapi jorjoran bikin manuver politik hantem sana hantem sini seperti pakai jurus dewa mabuk dalam dunia persilatan," tambahnya.
"Karena itu saya gembira mendengar Hamdan jadi lawyer pihak sana,” ucap Yusril dalam keterangan yang diterima media, Kamis (7/10/2021).
Yusril mengaku ingin sekali melihat persoalan pengujian AD/ART Partai Demokrat sebagai masalah hukum yang dihadapi bangsa ini.
Sebagai sebuah masalah hukum, maka sudut pandang hukumlah yang harus dikedepankan.
Dia mengimbau siapa saja yang terlibat dalam proses ini, baik aktivis partai maupun komentator di luar, hendaknya tidak menunggangi kasus ini sebagai sebuah political game.
"Makin filosofis dan teoritis pembahasan ini akan makin baik. Masyarakat akan makin terdidik secara intelektual," katanya.
"Bukan sebaliknya malah makin terbodohkan oleh omongan dan gunjingan tak tentu arah," imbuhnya.
Yusril menyebut, tampilnya Hamdan sebagai lawyer Partai Demokrat kubu AHY akan membuka jalan ke arah itu.
Bagaimana nanti dia akan melakukan terobosan, bagaimana Partai Demokrat bisa masuk sebagai pihak dalam perkara judicial review di Mahkamah Agung ini.
Bagaimana pula Hamdan menyusun argumen filosifis dan teoritis dalam mengimbangi atau meng-counter argumen yang Yusril ajukan.
"Saya kira sebagai akademisi hukum dan mantan hakim dan Ketua MK, Hamdan akan melakukan tugas profesionalnya sebagai advokat yang mumpuni," jelasnya.
Seperti diketahui, Yusril hingga kini masih menjadi Ketua Umum PBB.
Sementara Hamdan aktif dalam kepemimpinan PBB sejak berdiri sampai saat dia dilantik menjadi hakim MK.
Hamdan pernah menjadi staf khusus Yusril ketika menjadi Mensesneg.
Yusril pula yang menjadi co-promotor ketika Hamdan mengambil gelar Doktor di UNPAD.
Sebelumnya diberitakan, para pakar hukum tata negara memberikan masukan terkait langkah advokat Yusril Ihza Mahendra menggugat AD/ART melalui Judicial Review pada Mahkamah Agung (MA).
Langkah hukum Yusril tersebut banjir kritikan karena dikhawatirkan berpotensi menimbulkan kekacauan hukum.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, menegaskan, Mahkamah Agung (MA) tidak berwenang menguji AD/ART parpol, karena sifatnya keputusan yang tidak berada di bawah undang-undang.
"Sesuai teori, AD/ART adalah aturan yang sifatnya hanya mengikat untuk kader parpol yang bersangkutan," katanya, Rabu (6/10/2021).
Menurut dia, tokoh sentral parpol juga tidak hanya ada di Partai Demokrat saja tapi juga di partai-partai lainnya, termasuk Yusril yang masih menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB).
"Selain itu, pihak yang berhak melayangkan gugatan harus merupakan kader dari partai yang bersangkutan," ujarnya.
Sementara, lanjut dia, empat orang yang mengajukan gugatan judicial review ke MA sudah tidak lagi berstatus kader Partai Demokrat.
Mereka sudah dipecat oleh Ketua Umum AHY karena ikut hadir dalam KLB di Deli Serdang.
"Bayangkan semua warga negara bakal bisa menguji AD/ART parpol mana pun. Stabilitas parpol akan terganggu," tegas Feri.
Potensi anarkisme hukum ini juga menjadi perhatian dosen hukum dari Universitas Islam Indonesia Jogyakarta, Dr Luthfi Yazid.
“Jika MA sampai mengabulkan JR terhadap ART Partai Demokrat maka ini akan membuka gerbang anarkisme hukum (legal anarchism)," ujarnya.
"Sebab setiap orang dapat mengajukan permohonan JR terhadap AD/ART Partai Politik atau organisasinya sehingga menafikan kepastian hukum," kata Dr Luthfi Yazid, yang juga Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI).
Menurut dia, AD/ART adalah sifatnya kesepakatan internal Partai Politik, sedangkan yang dapat diajukan Judicial Review adalah regulasi yang dibuat otoritas resmi untuk kepentingan umum.
Luthfi menjelaskan, setidaknya ada tiga aspek mengapa AD/ART bukanlah objek JR di MA, yakni eksistensi norma, relasi, dan implikasinya.
"Yang dilakukan Yusril Ihza Mahendra bukanlah terobosan hukum, melainkan logical fallacy," sebutnya.
"Apakah ini juga patut diduga sebagai intellectual manipulation?" kata Dr Luthfi Yazid. [qnt]