WahanaNews.co, Jakarta - Moh Abdul Hakim, seorang Pengamat Psikologi Politik dari Universitas Negeri Sebelas Maret Solo (UNS), memberikan tanggapan terhadap hasil survei yang menunjukkan penurunan dukungan untuk pasangan calon presiden-calon wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Jawa Tengah (Jateng).
Menurut Hakim, penurunan suara untuk Ganjar mungkin terkait dengan munculnya figur lain dari Jateng, yakni Gibran Rakabuming Raka yang mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Baca Juga:
Mustikaningrat Tampil Memukau, Visi Ekonomi Sumedang Sugih Jadi Sorotan Debat Pilkada
Pengamat tersebut menyatakan bahwa Prabowo-Gibran dinilai mulai merayap masuk dan menggerogoti dukungan pemilih di Jateng, yang notabene merupakan basis kuat politik.
"Ada dua faktor. Efek Jokowi dan sosok Gibran mengamplifiksi. Awalnya, skeptis terhadap Gibran, ternyata dengan caranya sendiri menarik minat masyarakat."
"Survei elektabilitas Gibran sekarang sangat kuat. Dia punya model komunikasi lokalan seperti ngomong bareng di angkringan. Itu rasa politik masyarakat Jawa Tengah, di mana wilayah ini menjadi battle ground Pilpres 2024," ungkap Hakim, melansir Tribunnews, Minggu (7/1/2023).
Baca Juga:
Sengaja Dihapus, Foto Rano Karno Bersama Terduga Kasus Judi Online Lenyap dari Instagram
Sejumlah survei antara lain, CSIS pada 13-18 Desember 2023 lalu menunjukkan suara Ganjar di Jateng 43,3 persen, Prabowo yang dulu 10 persen naik menjadi 36,5 persen, dan Anies 13 persen.
Potret lainnya survei Indikator pada 23-24 Desember 2023 menunjukkan suara Ganjar di Jateng-DIY 44,9 persen, Prabowo 36,6 persen, dan Anies 12,3 persen.
Lalu pada bulan sebelumnya, LSI Denny JA juga memotret penurunan suara Ganjar menjadi 61 persen pada 6-13 November 2023
"Pada Pilpres lalu, mindset politik berbasis aliran terpatahkan karena kemenangan Jokowi yang diusung PDIP, ternyata lebih ke personalisasi."
"Setelah Jokowi memimpin dua periode, PDIP justru memperkuat basis elektoral dan asosiasi sendiri. Sampai sekarang pengaruh Jokowi lebih kuat, bahkan melebihi PDIP itu sendiri," katanya.
Dalam konteks ini, Hakim menyatakan bahwa popularitas Gibran membuka pola perpindahan dukungan yang dapat terjadi dalam Pemilihan Presiden mendatang, khususnya dari kalangan massa yang mendukung Jawa Tengah, yang dikenal sebagai 'kandang banteng'.
Hakim juga mencatat bahwa masyarakat cenderung kehilangan minat terhadap peristiwa-peristiwa dramatis yang terjadi. Sebagai contoh, dia merinci bahwa PDIP seringkali terlibat dalam politik drama, seperti insiden di mana kader PDIP di Boyolali terlibat konflik dengan tentara.
Hakim mengamati bahwa narasi seperti itu mulai ditinggalkan, dan situasi tersebut mungkin semakin mempersempit posisi PDIP.
Pengamat tersebut juga menyoroti tingginya persentase pemilih yang belum menentukan pilihan atau undecided, yang mencapai 6-7 persen.
Angka ini dianggap sebagai faktor yang sulit untuk mencapai tujuan pemungutan suara satu putaran dalam pemilihan presiden.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]