WahanaNews.co | Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti baru kasus dugaan gratifikasi terkait izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi tahun 2020 di Ambon.
Bukti baru ini ditemukan setelah tim penyidik KPK menggeledah setidaknya enam lokasi di Ambon, Maluku.
Baca Juga:
Eks Walkot Ambon Richard Louhenapessy Ditetapkan Jadi Tersangka Pencucian Uang
"Dari beberapa lokasi dimaksud, ditemukan dan diamankan bukti antara lain berbagai dokumen proyek hingga catatan aliran uang serta alat elektronik yang diduga kuat memiliki keterkaitan erat dengan perkara ini," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (20/5/2022).
Enam lokasi yang digeledah tim penyidik yakni Ruang kerja Kepala Dinas dan ruang sekretaris serta ruang staf Dinas PUPR Kota Ambon, beberapa ruangan di Kantor Dinas Pendidikan Kota Ambon, beberapa ruangan di Kantor Inspektorat Kota Ambon.
Kemudian, beberapa ruangan di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Ambon, rumah kediaman yang beralamat di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, dan rumah kediaman yang beralamat di Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.
Baca Juga:
IAW: BEI Harus Bantu KPK Hentikan Budaya Suap Pengurusan Izin Gerai Retail
"Selanjutnya, segera dilakukan analisa menyeluruh atas bukti-bukti ini yang kemudian disita untuk melengkapi berkas perkara termasuk pula akan dikonfirmasi pada para tersangka," jelas Ali.
Tiga Orang Tersangka
Dalam kasus dugaan suap izin pembangunan Alfamidi dan gratifikasi di Pemkot Ambon, KPK telah menetapkan Wali Kota Richard Louhenapessy sebagai tersangka.
Selain Richard, KPK juga menjerat dua tersangka lainnya, yakni Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrw Erin Hehanussa dan pihak swasta dari Alfamidi bernama Amri.
Richard dan Andrew yang menjadi tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Amri yang menjadi tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [rin]