WahanaNews.co | Penembakan Brigadir J atau Brigadir Yoshua Hutabarat oleh Bharada E, yang terjadi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo masih jadi misteri, dan disebut sarat kejanggalan.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho buka suara terkait polemik pada kasus polisi tembak polisi tersebut. Dia awalnya membahas akar permasalahan yang disebut polisi berawal dari pelecehan seksual.
Baca Juga:
Polisi Minta Uang Damai Rp50 Juta Kasus Guru Supriyani Diperiksa Propam
"Gini, saya berbasis pada teori triangle, triangle itu di sana ada ditemukan barang bukti, korban, dan TKP. Nah barang bukti, korban, dan TKP ini akan mengerucut siapa tersangkanya, karena itu kesimpulan polisi belum kesimpulan akhir, itu prediksi, karena namanya penentuan suatu kasus itu beberapa alternatif itu prediksi," kata Hibnu saat dihubungi, Sabtu (16/7/2022).
Hibnu lalu menjelaskan mengapa polisi akhirnya terpaksa mengambil kesimpulan sementara bahwa kasus polisi tembak polisi ini berawal dari pelecehan seksual. Menurutnya, kesimpulan sementara itu terpaksa diambil lantaran ada sejumlah barang bukti yang hilang.
"Jadi mengerucut dari umum ke khusus, itu kesimpulan sementara yang terus berkembang dari simpulan 1, simpulan 2 sampai simpulan sebenarnya, itu teori triangle dalam teori kriminalistik. Jadi nggak salah, ini masih berkembang, kemudian berkembang lagi terkait pembuktiannya, ada missing link 3 hari, ada HP hilang nggak ditemukan, ada CCTV hilang yang mati, padahal itu bukti-bukti akurat gitu loh. Nah kondisi ini juga menjadikan pemikiran-pemikiran yang bersifat sementara," ucapnya.
Baca Juga:
Kasus Guru SD Vs Keluarga Polisi Konowe Selatan, Propam Polda Sultra Turun Tangan
Lebih lanjut, Hibnu lantas membahas terkait kejanggalan-kejanggalan yang sempat diungkap beberapa pihak, termasuk Menko Polhukam Mahfud MD.
Menurutnya, kejanggalan itulah yang akhirnya memuculkan potensi adanya upaya menghilangkan barang bukti.
"Iya ada kejanggalan, begitu suatu peristiwa terjadi kenapa nggak langsung diadakan suatu pemeriksaan? Keluarga korban 3 hari setelah terjadi. Nah ini potensi-potensi menghilangkan barang bukti itu mungkin ada, hilangkan bukti atau ada skenario tertentu, karena 3 hari itu suatu yang sangat tepat untuk mengumpulkan barang bukti yang terjadi, terbukti ada yang hilang," ujarnya.
Meski ada potensi demikian, Hibnu menegaskan kebenaran pada kasus polisi tembak polisi ini masih bisa terungkap. Dia membeberkan ada 3 faktor penting di balik kasus tersebut yaitu locus delicti (tempat peristiwa), tempus delicti (waktu peristiwa), dan pihak yang terlibat.
"Jadi saya kira tidak ada kesulitan. Kesulitan ada ketika barbuk tadi hilang, hilang itu memang dihilangkan atau faktor 'x' yang kita tidak tahu? Artinya itu butuh ekstra kerja keras pengungkapannya. Karena sekarang itu pembuktian itu kalau sudah ketemu digital forensiknya oh itu akan mudah sekali, CCTV kelihatan, HP, oh itu mudah sekali bongkar itu," jelasnya.
"Ini reputasi Kapolri untuk ungkap perkara ini. Perkara internal kok, perkara eksternal aja terungkap apa lagi perkara internalnya, kan begitu. Harus terungkap itu," lanjut dia.
Kapolri Bentuk Tim Khusus
Seperti diketahui, peristiwa polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J terjadi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan (Jaksel). Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk tim khusus untuk mengusut kasus ini.
"Oleh karena itu, saya telah membentuk tim khusus yang dipimpin oleh Pak Wakapolri, Pak Irwasum, kemudian ada Pak Kabareskrim, Pak Kabik (Kabaintelkam) kemudian juga ada As SDM, karena memang beberapa unsur tersebut harus kita libatkan termasuk juga fungsi dari Provos dan Paminal," kata Jenderal Sigit di Mabes Polri, Selasa (12/7).
Komnas HAM dan Kompolnas turut disertakan dalam tim khusus itu. Dia memastikan proses penyelidikan, penyidikan, hingga temuan terkait kasus itu akan disampaikan transparan dan periodik sehingga menjawab keraguan publik. [qnt]