WahanaNews.co, Jakarta - Membeli rumah dengan uang tunai dianggap tidak biasa karena transaksi properti umumnya melibatkan jumlah uang yang sangat besar.
Selain itu, penggunaan uang tunai dalam jumlah besar dapat memicu kecurigaan terkait praktik ilegal, seperti pencucian uang atau penghindaran pajak, karena sulitnya melacak asal usul dana tersebut.
Baca Juga:
Kasus Timah, Helena Lim Musnahkan Bukti Transaksi Harvey Moeis
Oleh karena itu, pembelian tunai untuk properti sering kali dianggap mencurigakan dan tidak lazim dalam transaksi keuangan yang sah.
Terdakwa kasus Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh, diketahui membeli sebuah rumah seharga Rp 7,5 miliar dengan uang tunai.
Uang tersebut dibawanya dalam dua koper yang berisi rupiah dan dolar Singapura.
Baca Juga:
Polsek Kualuh Hulu Ringkus Pengedar Sabu di SPBU Aek Kanopan
Sebelumnya, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 650 juta secara bersama-sama.
Dalam dakwaan kasus TPPU, jaksa menjelaskan bahwa Gazalba menerima uang dari berbagai sumber. Pertama, ia menerima SGD 18 ribu atau sekitar Rp 200 juta sebagai bagian dari gratifikasi Rp 650 juta saat menangani kasus kasasi Jawahirul Fuad.
Selain itu, Gazalba disebut menerima Rp 37 miliar saat menangani peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaffar Abdul Gaffar pada 2020. Uang ini diterima bersama advokat Neshawaty Arsjad.