WahanaNews.co | Hasil perbandingan dua survei menunjukkan derajat keterpilihan Anies Baswedan sebagai Presiden tidak meningkat.
Dalam sisa jabatannya, mampukah posisi puncak dicapai?
Baca Juga:
Pemohon Uji Materi UU Pemilu Desak Percepatan Pelantikan Presiden Terpilih
Setahun ke depan bisa jadi menjadi masa paling pelik bagi langkah politik Anies Baswedan.
Dalam periode waktu sisa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia harus berkalkulasi jitu guna memperluas pengaruhnya dalam panggung politik nasional.
Bagaimana tidak, momen empat tahun jabatan Gubernur yang ia lalui masih kurang signifikan memperluas pengaruh maupun dukungan politik masyarakat.
Baca Juga:
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo-Gibran, tetapi Rakyat Lebih Percaya Mereka
Sebagai sosok yang dinilai layak oleh pendukungnya sebagai Presiden di negeri ini memang tidak tersangkalkan.
Sebelum jabatan Gubernur ia genggam, namanya juga sudah dinominasikan dalam panggung popularitas Calon Presiden.
Ketika jabatan Gubernur disandangnya, popularitas Anies meningkat.
Tidak sedikit kalangan yang memprediksi jabatan yang ia genggam semakin memuluskan langkahnya menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Apalagi, jalur kepemimpinan nasional yang berasal dari kepala daerah, lebih khusus lagi Gubernur DKI Jakarta, sudah menjadi pola jitu mengejar kursi kepresidenan.
Presiden Joko Widodo, misalnya, membuktikan efektifnya jalur politik kepemimpinan kepala daerah.
Namun, sayangnya, bagi Anies momentum belum sepenuhnya berpihak.
Hingga saat ini, perluasan dukungan politik masyarakat belum juga tampak.
Hasil survei periodik terbaru yang dilakukan Kompas menunjukkan posisi keterpilihannya tidak beranjak.
Berdasarkan hasil survei, jika Pemilu Presiden dilakukan saat ini, masih sekitar 9,6 persen responden yang menominasikan sosoknya.
Dibandingkan dengan survei sebelumnya, April 2021, tidak terdapat perubahan yang signifikan.
Artinya, dalam periode waktu tersebut perluasan dukungan tidak terjadi.
Belum terjadinya peningkatan dukungan tidak berarti sedemikian statisnya mobilitas pendukung.
Mengkaji dua survei terakhir, dari sisi jumlah memang surplus dukungan tidak tampak.
Akan tetapi, stagnasi jumlah ataupun proporsi dukungan kepada Anies itu tidak serta-merta diikuti oleh kebekuan karakteristik pendukungnya.
Justru menariknya, dalam periode waktu yang dicermati tecermin perubahan karakteristik dukungan dari para pemilih Anies.
Dalam hal ini, jika sebelumnya konsentrasi para pendukung Anies terbatasi pada karakteristik sosio demografis maupun latar belakang politik yang khas, kini mulai meluruh.
Gambaran pada survei sebelumnya, ditandai oleh daerah basis dukungan Anies yang kurang berimbang dengan kondisi nasional.
Apabila sebagian besar pemilih terkonsentrasi di Pulau Jawa, saat itu basis pendukung Anies terbanyak justru di luar Jawa.
Beberapa wilayah di Sumatera, seperti Aceh, Sumatera Barat, Riau, dan Lampung, dukungannya terbilang signifikan.
Di Pulau Jawa, dukungan terkonsentrasi di Jawa Barat.
Kini, perimbangan dukungan agak berubah, mulai mendekati proporsi nasional.
Para pendukung yang berdomisili di Jawa, khususnya Jawa Barat, relatif semakin meningkat.
Namun, beberapa wilayah di luar Jawa mulai susut.
Dari sisi usia pun terjadi perubahan.
Paling mencolok, kelompok muda yang tergolong sebagai pemilih pemula, atau dalam pemilahan kelompok generasi lebih dekat disebut sebagai kaum generasi Z, meningkat signifikan.
Suatu potensi yang terbilang sangat menjanjikan.
Sebaliknya, kaum berusia lanjut mulai susut.
Begitu pula terhadap identitas sosial, seperti keagamaan.
Sejauh ini para pemilih Anies memang masih terkonsentrasi pada kalangan Islam.
Dukungan dari responden yang mengaku beragama selain Islam terbilang minim.
Akan tetapi, jika dicermati, pada survei terakhir terjadi tambahan pemilih Anies yang berlatar non-Islam.
Selain berbagai identitas sosial di atas, tidak terjadi perubahan.
Dari sisi stratifikasi sosial, misalnya, para pemilih Anies masih cenderung berasal dari lapis sosial elite masyarakat.
Ditilik dari sisi pendidikan, misalnya, Anies cenderung diminati kalangan menengah hingga yang berpendidikan tinggi.
Sekitar 28,8 persen pendukungnya tamatan berbagai jenjang perguruan tinggi.
Kondisi demikian tampak khas, yang tidak terdapat pada pesaing Calon Presiden lainnya, seperti Ganjar Pranowo ataupun Prabowo Subianto.
Akan tetapi, tidak kalah menarik jika mencermati kecenderungan perubahan dalam karakter politik pendukung Anies.
Sebelumnya, yang tampak paling membedakan dengan para pendukung sosok Calon Presiden lainnya, barisan pendukung Anies cenderung oposan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Hasil survei April 2021 menunjukkan, hanya 31 persen dari pendukungnya yang menyatakan rasa puas terhadap kinerja kepemimpinan Presiden Jokowi.
Sebaliknya, dua pertiga lainnya menyatakan tidak puas.
Dalam survei kali ini, meskipun proporsi ketidakpuasan masih terbilang dominan, yang menyatakan apresiasi terhadap kinerja pemerintah meningkat signifikan, menjadi 46,1 persen.
Kecenderungan semakin apresiatif terhadap kinerja pemerintah pusat ini didukung pula oleh perubahan dalam basis dukungan Anies.
Pada survei sebelumnya tampak bahwa tiga perempat pemilih Anies mengaku bukan pemilih Jokowi dalam Pemilu Presiden 2019.
Namun, pada survei kali ini agak menyusut, menjadi dua pertiga bagian.
Semua terjadi sejalan dengan semakin besarnya proporsi para pemilih Jokowi dalam Pemilu lalu yang kini menjadi pendukung Anies.
Dalam pilihan politik kepartaian pun semakin menguatkan kondisi di atas.
Selain menikmati dukungan dari kalangan pemilih pemula, proporsi pendukung Anies yang mengaku menjadi pemilih PDI-P pun semakin besar.
Semua potret perubahan karakteristik barisan pendukung Anies di atas semakin menambah sisi pelik strategi politik yang harus ia wujudkan pada sisa masa jabatannya.
Di satu sisi, perubahan karakteristik dukungan semacam ini dapat saja berpotensi memperluas peluang peningkatan dukungan terhadap Anies kelak.
Bagaimanapun, menjadi semakin proporsional dengan karakterisktik demografis, sosial, ekonomi, maupun politik masyarakat, menjadi semakin luas potensi dukungan yang ia dapat kuasai.
Mengejar peluang tersebut, artinya dalam sisa waktu kepemimpinan yang terbilang relatif singkat itu, Anies harus dapat merepresentasikan setiap karakteristik identitas nasional yang ada.
Dengan jalan ini, harapannya peningkatan dukungan masih terbuka.
Akan tetapi, dalam pilihan strategi politik tersebut, sisi sebaliknya berpotensi terjadi pula.
Merepresentasikan karakteristik identitas semacam ini berpotensi pula menenggelamkan harapan-harapan yang selama ini dibangun oleh para pendukung loyalnya.
Dalam dua sisi yang serba dilematik itu, Anies berhitung dengan waktu. [qnt]
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul “Anies Menghitung Waktu”. Klik untuk baca: Anies Menghitung Waktu - Kompas.id.