Kendati demikian, seharusnya penanganan perkara korupsi itu lebih menekankan pada pemiskinan terdakwa.
Sehingga dalam putusannya hakim mengabulkan penyitaan dan pembangkrutan terhadap harta milik terdakwa yang akan menjadi terpidana saat sudah dieksekusi nanti.
Baca Juga:
Kasus Jiwasraya, Kejagung Sita Aset Tambang Heru Hidayat
Dalam perkara ini, hakim beranggapan bahwa putusan nihil itu dapat diambil lantaran ketiadaan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang mengatur ancaman pidana mati dalam surat dakwaan jaksa.
Hakim menjelaskan bahwa surat dakwaan merupakan landasan rujukan serta batasan dalam memeriksa dan memutuskan perkara pidana. Karena ada aturan tersebut, jaksa penuntut umum diminta tidak melampaui kewenangan.
Selain itu, hakim juga memerintahkan jaksa untuk mengembalikan sejumlah aset seperti kapal Liquefied Natural Gas (LNG) Aquarius kepada terdakwa Heru Hidayat lantaran tak terkait dengan korupsi di Asabri.
Baca Juga:
Kasus Jiwasraya: Lahan Tambang, hingga Aset Pelabuhan Heru Hidayat Disita
Kejagung pun menyatakan bakal mengajukan upaya perlawanan hukum berupa banding dalam menyikapi putusan hakim tersebut. Hal itu lantaran, tuntutan hukuman mati yang diajukan jaksa tak dikabulkan hakim.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis nihil terhadap terdakwa Heru Hidayat. Vonis ini dijatuhkan karena Heru sudah mendapat hukuman maksimal dalam kasus sebelumnya yakni korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera itu dinilai terbukti bersalah melakukan korupsi di PT ASABRI secara bersama-sama dengan sejumlah terdakwa lainnya yang merugikan keuangan negara mencapai Rp22,7 triliun.