WahanaNews.co, Jakarta - Mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Isdianto, mengajukan gugatan terhadap UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), dengan permohonan untuk menghapus aturan yang membatasi calon Wakil Kepala Daerah yang belum pernah menjabat sebagai kepala daerah di wilayah yang sama.
Dilihat dari situs MK, Rabu (19/6/2024), permohonan Isdianto itu didaftarkan ke MK pada Selasa (11/6/2024).
Baca Juga:
Gubernur Kalsel Tak Lagi Jadi Tersangka Suap dan Gratifikasi, Ini Alasan Hakim
Dia mengajukan gugatan terhadap pasal Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Ini isi pasal yang digugat:
o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk Calon Wakil Bupati/Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama
Baca Juga:
Momentum Hari Pahlawan, Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie Kampanye Akbar di Kota Bekasi
Dalam permohonannya, Isdianto menjelaskan dirinya awalnya merupakan Wakil Gubernur Kepri. Dia kemudian menjadi Plt Gubernur Kepri dan Gubenur Kepri menggantikan Nurdin Basirun yang ditangkap KPK.
Isdianto menjabat sebagai Gubernur Kepri usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Jakarta pada 27 Juli 2020. Dia mengatakan jabatannya sebagai Gubernur Kepri berakhir pada 25 Februari 2021.
Sehingga, Isdianto menjabat sebagai Gubernur Kepri selama 7 bulan. Isdianto merasa dirugikan dengan keberadaan pasal tersebut.
"Bahwa ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada yang telah membuat ketidakpastian hukum untuk diri Pemohon dan sekalipun berpotensi menghilangkan "Hak untuk Diplih, atau right to be candidate" telah dihambat oleh ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o a quo," ujar Isdianto dalam permohonannya.
Berikut petitumnya:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
2. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan karena itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
3. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Atau
Apabila Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
[Redaktur: Sobar Bahtiar]