WAHANANEWS.CO, Jakarta - Media sosial dihebohkan dengan video pelarangan beribadah jemaat dari Gereja Santo Yohanes Rasul di Arcamanik, Bandung oleh sejumlah warga komplek perluasan Arcamanik, di Jalan Sky Air Nomor 19, Kota Bandung.
Dalam video tersebut, tampak sejumlah warga sedang melakukan aksi demo terkait penggunaan Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik, Jalan Ski Air pada Rabu (5/3/2025).
Baca Juga:
Kondisi Kesehatan Terkini Paus Fransiskus Mulai Membaik
Kelompok massa tersebut memprotes aktivitas ibadah ketika umat Katolik sedang merayakan misa Rabu Abu sebagai awal memasuki masa Paskah.
Diketahui, aksi serupa juga terjadi pada Minggu 2 Maret 2025 dengan tuntutan yang sama yakni melarang kegiatan ibadah oleh jemaat dari Gereja Santo Yohanes Rasul di Arcamanik.
Menurut massa aksi, GSG Arcamanik merupakan fasilitas umum (Fasum) atau fasilitas sosial (Fasos) yang seharusnya tidak bisa dijadikan rumah ibadah.
Baca Juga:
5 Profil Kardinal Disebut-sebut Jadi Kandidat Kuat Pengganti Paus Fransiskus
Namun, pihak Gereja meyakini jika lahan dan bangunan gedung yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik ini sejak awal tercatat sebagai aset yang digunakan untuk peribadatan umat.
Pihak gereja menyatakan, awalnya bangunan GSG yang berdiri pada tahun 1988-1989 merupakan milik pribadi Pastor Yosep Gandi saat itu menjabat sebagai Pastor Paroki Santa Odilia Yoseph yang membeli dari PT Bale Endah kemudian dihibahkan dan disertifikatkan sebagai hak milik Persatuan Gereja Amal Katolik (PGAK) Santa Odilia pada Juni 2024 lalu.
Pihak gereja juga menegaskan, tidak pernah GSG Arcamanik berfungsi sebagai fasilitas umum (Fasum) atau fasilitas sossial (Fasos).
Selama ini warga sekitar bisa memanfaatkan lahan dan gedung karena inisiatif sesuai kebijakan Keuskupan Bandung.
Terkait penolakan oleh warga tersebut, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (PP ISKA) meminta agar pihak-pihak terkait menggelar dialog untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Ini bulan puasa, baik umat Muslim maupun Kristiani, sebaiknya segera dilakukan dialog untuk sama-sama memahami status hukum sebenarnya GSG tersebut karena yang membuktikan adalah dokumen-dokumen asli dari pemiliknya," ujar Ketua PP ISKA Luky Yusgiantoro.
Menurut Luky, kasus penolakan ini juga harusnya menjadi atensi Pemerintah Kota Bandung dan negara karena aksi ini sudah beberapa kali terjadi.
"Kita menyayangkan, hal ini (aksi penolakan) sudah terjadi beberapa kali namun perhatian pemerintah sepertinya lalai. Harusnya negara segera hadir dengan sikap tegas dan memberi kepastian hukum karena semakin dibiarkan akan memicu hal yang tidak kita inginkan serta menghindari benturan antar umat beragama," tegas Luky.
Sementara, Presidium Dialog Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan PP ISKA, Restu Hapsari meminta agar pihak-pihak terkait menahan diri dan menghindari adanya upaya-upaya provokatif yang terjadi di lingkungan Arcamanik.
"Sesama warga negara yang berbhinneka harus mengedepankan upaya jalan damai serta tekanan antar kelompok. Perlu menjaga toleransi dan persatuan. Jangan ada pihak yang merasa lebih tinggi dari agama lain dan kemudian menekan kelompok yang berbeda keyakinan," tegas Restu.
Restu meminta agar kasus ini segera menjadi perhatian negara karena persoalan status dan kepemilikan dibuktikan oleh dokumen-dokumen asli oleh negara.
"Kasus ini menjadi preseden ke-Indonesia-an kita terlebih kepastian hukum yang tegas. Sering terjadi, umat minoritas di republik ini kadang dianggap sebagai kelompok pengganggu, padahal setiap warga yang beragama hanya ingin diperlakukan sama dan setara," ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Restu, pemimpin-pemimpin agama, pemerintah, lembaga pendidikan perlu memandang persoalan ini sebagai masalah bersama.
"Ketika memandang ini sebagai masalah bersama, maka setiap elemen bangsa wajib saling memberikan pemahaman, bahwa di Indonesia agama manapun layak diperlakukan sama dan setara tidak boleh mengeklaim satu agama lebih tinggi dari agama lain," ungkap Restu.
[Redaktur: Zahara Sitio]