WahanaNews.co, Jakarta - Isu mengenai kepemilikan tanah menjadi salah satu topik hangat dalam perdebatan antara Calon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, dan Calon Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto.
Dalam debat ketiga Capres RI yang berlangsung pada hari Minggu terakhir, Anies Baswedan menyatakan bahwa Menteri Pertahanan memiliki kendali atas lahan seluas 340.000 hektar.
Baca Juga:
KHLK: Industri Pelet Kayu Gorontalo Berpotensi Gantikan Batubara untuk Listrik
Menurutnya, situasi ini dianggap sebagai paradoks, mengingat banyak anggota TNI yang masih belum memiliki tempat tinggal sendiri.
"Pak Presiden menyampaikan, bapak punya lahan lebih dari 340 hektar (diralat jadi 340.000 hektar) sementara TNI kita, prajurit kita lebih dari separuh tidak punya rumah dinas. Itu fakta. Tidak perlu dibicarakan secara tertutup, itu kekurangan yang harus kita perbaiki," kata Anies dalam debat Capres di Istora Senayan.
Isu kontroversial terkait penguasaan lahan oleh Prabowo yang mencapai ratusan ribu hektar sebenarnya pernah diungkapkan oleh Jokowi saat mereka berdua berdebat dalam Pemilihan Presiden 2019 yang lalu.
Baca Juga:
Menteri ATR/BPN AHY Sebut Anggaran Tambahan 2024 untuk Program Kementerian
Pada sesi debat tersebut, Prabowo kemudian membantah pernyataan Anies. Mantan Panglima Kopassus itu mengklaim bahwa Anies keliru dalam menyajikan data.
Namun, Prabowo kemudian memberikan klarifikasi. Dalam pidatonya saat acara konsolidasi relawan di Riau, ia membenarkan bahwa penguasaan lahan yang dimilikinya tidak sebanyak yang disebutkan Anies, melainkan lebih luas, yakni hampir mencapai 500.000 hektar.
"Saya waktu itu saksinya ada bisa dicek sama Jokowi sendiri saya menyampaikan bapak presiden saya sebelum menjadi menteri saya pengusaha, saya menguasai lahan hak guna usaha. Kemarin juga salah-salah melulu itu bukan 340.000 hektar bukan, mendekati 500.000 hektar," ungkap Prabowo, melansir Kompas.com, Rabu (10/1/2024).
Prabowo bilang, sebagian besar penguasaan lahan itu berbentuk Hak Guna Usaha (HGU), di mana lahan berstatus HGU, bisa dikembalikan ke negara kapan saja jika dibutuhkan.
Ia mencontohkan, perusahaannya langsung menyerahkan sebagian tanah HGU untuk diserahkan ke negara guna dipakai sebagai proyek lumbung pangan atau food estate.
"Saya di Istana 2,5 tahun lalu saya sudah serahkan tanah itu kepada negara. Saya sampaikan ke Bapak Presiden kalau lahan ini dibutuhkan untuk lumbung pangan bangsa Indonesia pakai, lahan HGU saya gunakan saya siap dan kita sedang garap itu saudara-saudara sekian," tutur Prabowo.
Apa Itu HGU?
Sebagai informasi saja, HGU adalah salah satu jenis hak kepemilikan atas tanah yang diatur oleh negara.
Dikutip dari Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, HGU artinya hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu tertentu, yang digunakan untuk usaha pertanian, perikanan atau peternakan.
Selain diatur UUPA, regulasi terkait HGU juga diatur dalam berbagai aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah.
Tidak semua orang atau perusahaan dapat memiliki HGU yang diberikan negara. Ada beberapa aturan yang menyertainya.
Namun, secara umum, pihak-pihak yang dapat memiliki HGU adalah Warga Negara Indonesia atau bisa juga badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, meski kepemilikan perusahaan adalah investor asing.
Penyerahan tanah negara untuk diberikan dalam bentuk HGU didasarkan pada keputusan pemberian hak dalam hal ini Menteri Agraria dan Tata Ruang atau pejabat lain yang ditunjuk dalam urusan pertanahan.
Dalam Pasal 5 PP Nomor 40 Tahun 1996, juga diatur bahwa luas minimal lahan HGU adalah lima hektar. Sementara luas maksimal lahan yang diberikan HGU untuk perorangan adalah 25 hektar.
Negara juga mengizinkan kepemilikan HGU di atas 25 hektar, tetapi dengan syarat seperti penggunaan tanahnya harus menggunakan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.
Pemegang HGU memiliki masa pakai paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.
Hak atas tanah dengan status Hak Guna Usaha (HGU) dapat ditarik kembali oleh negara apabila memenuhi beberapa kriteria, antara lain saat berakhirnya masa pemberian dan perpanjangan HGU, ketidakpenuhan kewajiban oleh pemegang HGU, pelepasan secara sukarela, pengabaian tanah, atau penghapusan secara hukum melalui keputusan pengadilan.
Pemegang HGU memiliki berbagai kewajiban, termasuk membayar uang pemakaian HGU kepada negara.
Selain itu, mereka diwajibkan untuk melaksanakan kegiatan usaha seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan.
Para pemegang HGU juga diharuskan membangun dan menjaga prasarana lingkungan serta fasilitas tanah di dalam wilayahnya, merawat kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam, dan menjaga kelestarian lingkungan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Dalam aspek administratif, pemegang HGU harus menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan hak, mengembalikan tanah kepada negara setelah hak tersebut berakhir, dan menyerahkan sertifikat yang bersangkutan.
Pemegang HGU dilarang menjaminkan tanah HGU sebagai jaminan utang dengan memberikan hak tanggungan, yang berpotensi mengalihkan hak HGU ke pihak lain.
Selain itu, tanah HGU tidak boleh diserahkan kepada pihak lain kecuali dalam situasi yang diizinkan oleh undang-undang, seperti pembangunan untuk kepentingan publik.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]