WahanaNews.co | Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menegaskan bahwa negara tidak
boleh kalah dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang melakukan cara-cara
premanisme untuk menghalangi proses penegakan hukum di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Idham terkait
upaya pengadangan terhadap aparat kepolisian oleh massa Front Pembela Islam
(FPI) saat mengantarkan surat pemanggilan kepada Muhammad Rizieq
Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat.
Baca Juga:
Analis: Bebasnya Rizieq Bisa Jadi Bara Politik 2024
"Negara tidak boleh kalah dengan
ormas yang melakukan aksi premanisme. Kita akan sikat semua. Indonesia
merupakan negara hukum. Semua elemen harus bisa menjaga ketertiban dan keamanan
masyarakat," kata Idham, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/11/2020).
Jenderal bintang empat itu meminta
kepada seluruh stakeholders ataupun ormas sekalipun harus patuh
dengan payung hukum yang berlaku di Indonesia.
Menurut dia, ancaman pidana diatur
dengan jelas untuk pihak-pihak yang mencoba menghalangi proses penegakan hukum
di Indonesia.
Baca Juga:
Habib Rizieq Bebas Bersyarat, Apa Artinya?
"Ada sanksi pidana untuk mereka
yang mencoba menghalangi petugas dalam melakukan proses penegakan hukum,"
ujar Idham.
Di sisi lain, Idham memastikan, Polri
akan mengusut tuntas kasus dugaan pelanggaran kekarantinaan kesehatan, yaitu dalam hal ini adanya dugaan pelanggaran protokol kesehatan
(prokes) di beberapa acara yang dihadiri Rizieq.
"Polri selalu mengedepankan asas Salus Populi Suprema Lex Esto atau
Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi," tandas mantan Kepala Bareskrim Polri ini.
Sekadar diketahui, Polri sedang
melakukan penyidikan dugaan pelanggaran protokol kesehatan di acara Rizieq, sebagaimana tertuang dalam Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan, yang berbunyi: Setiap orang yang tidak mematuhi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Sementara itu, Pasal 216 ayat (1) KUHP
menyebutkan, Barang siapa dengan sengaja
tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang
oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan
tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak
pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang
dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.
Sebagaimana diketahui, Pasal 160 KUHP berbunyi, bahwa "Barang siapa di muka umum dengan lisan atau
tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan
terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun
perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang, diancam
dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500." [dhn]